Belajar Dari Kemenangan Argentina – Part 1

Oleh: Danang Satrio Priyono, S.Psi *)

Piala Dunia 2022 yang diselenggarakan di Qatar telah usai. Lionel Messi dinobatkan menjadi peraih Golden Ball (Bola Emas) sebagai perlambang pemain terbaik selama piala dunia 2022 berlangsung dan menjadi kapten bagi pemain Argentina.

Tim Argentina harus menunggu 36 tahun lamanya menorehkan sejarah baru sejak Era Diego Maradona, timnas mengangkat trofi untuk ketiga kalinya setelah Piala Dunia 1978 dan 1986 berkat talenta magis Messi, kolaborasi antar pemain, determinasi semangat juang seluruh pemain maupun official tim, taktik strategi manager, dan dukungan supporter.

Civitas madrasah sepanjang Piala Dunia Qatar ini mendukung tim-tim yang berlaga, tak jarang adu argumen sesama rekan guru maupun staf. Di balik itu semua, melalui tulisan ini kami mengulas kemenangan Argentina, khususnya agar civitas madrasah mendapatkan inspirasi dan insight agar dapat diterapkan untuk berbagai kepentingan lembaga MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid.

Baca Juga

MEMBANGUN SIKAP ANTI KORUPSI DENGAN MENGIMPLEMENTASIKAN SIFAT WAJIB BAGI RASUL (MEMPERINGATI HARI ANTIKORUPSI SEDUNIA 2022)

Talenta Messi

Messi yang menyandang kapten timnas melalui perjalanan panjang untuk bisa melengkapi pencapaian karirnya di lapangan hijau. Bagi penikmat sepakbola, La Pulga bagaikan dewa yang memainkan si-kulit bundar dengan indah nan cantik.

Di kancah internasional sejak Piala Dunia 2006, Messi berulang kali menerima kegagalan demi kegagalan, termasuk ketika ia mencapai final edisi 2014 dan dipaksa menyaksikan Jerman mengangkat trofi. Pun dalam karir profesionalnya di klub, isu penggelapan pajak hingga vonis pengadilan menjatuhkan hukuman kurang lebih dua tahun kurungan penjara dan kepergiannya dari klub yang membiayai penyakitnya maupun yang membesarkan namanya.

Sang legenda ini berasal dari keluarga yang sangat mencintai sepak bola. Dilahirkan pada tanggal 24 Juni 1987 dari pasangan Jorge Horacio Messi seorang pekerja pabrik baja dan Celia María Cuccittini seorang tenaga kebersihan.

Keluarga Messi saat itu merasakan kemiskinan akibat krisis moneter seperti halnya yang terjadi pada Argentina sekarang. Orangtuanya harus bergelut dengan kekurangan ekonomi untuk memperjuangkan hidup empat orang anaknya, termasuk Messi.

Ayahnya kemudian mengembangkan hasrat bermain sepak bola kepada anak-anaknya sejak usia dini selain sebagai anti-stress dan penghibur akibat stagnasi ekonomi besar-besaran di Argentina.

Saat itu setiap sore hari diantar nenek tercintanya Celia Oliveira Cuccittini, Messi bermain terus-menerus dengan kakak laki-lakinya, Rodrigo dan Matias. Bahkan sepupunya, Maximiliano dan Emanuel Biancucchi yang kemudian menjadi pesepakbola profesional bermain bersamanya.

Sang nenek yang berdarah Italia menemukan takdir yang tak tertandingi dalam diri bocah lelaki yang baru menginjak umur empat tahun itu. Saudara lelakinya dan sepupunya dititahkan nenek untuk mengajari Messi cara menendang dan menggiring bola.

Di antara semua anggota keluarga, Celia Oliveira Cuccittini adalah satu-satunya orang sekaligus nenek pada saat itu yang ingin melihat Messi menjadi pesepakbola profesional. Untuk itu, dia secara pribadi membawa Messi ke sesi latihan sepak bola pertamanya di klub sepak bola lokal Grandoli dengan uang tabungan pribadinya. Saat berada di sana, ia membujuk cucunya dengan kalimat “Leo, percayalah pada nenek, suatu hari nanti, kamu akan menjadi pemain sepakbola terbaik di dunia. Nenek akan selalu mendoakanmu mewujudkannya”.

Di klub itu, Messi hanya sebagai pemain cadangan karena tubuhnya yang pendek. Namun, dalam sebuah pertandingan, pelatihnya Salvador Aparicio terpaksa menempatkan Messi dalam squadnya hanya sebagai pelengkap kesebelasan tim. Siapa sangka, di pertandingan pertamanya itu, Messi menerima bola mentahan kemudian menggiring melewati pemain-pemain lawan dengan gaya dribling yang mengingatkan pada Diego Maradona hingga dapat melesatkan bola menjadi gol. Sontak pertandingan pertamanya itu memberi kesempatan padanya untuk membantu Klub Grandoli hingga akhir musim. Berkat daya magis pemain berjuluk “Kutu Atom” itu klub besutan Salvador Aparicio meraih trofi.

Pelatih Salvador Aparicio sejak saat itu bersumpah untuk membawa bocah ajaib berkemampuan supranatural itu ke akademi yang lebih besar sehingga mampu menjadi legenda suatu saat kelak. Aparicio berterimakasih kepada Nenek Celia yang mengantarkan Messi padanya, dia berjanji pada nenek untuk membantu mencari solusi atas keterbatasan fisik yang Messi alami.

Ketika berlabuh ke klub baru, Newell’s Old Boys, Messi kehilangan nenek tercintanya. Ia sungguh terpukul hingga beberapa waktu enggan berbicara dengan orang lain. Bahkan, tim kesehatan klub menganggap Messi mengalami tekanan kejiwaan dan mendiagnosanya seorang yang autis.

Sejak kepergian sang nenek yang mempercayai bakatnya, Messi setiap kali mencetak gol selebrasi yang dilakukannya mendongak ke langit dengan kedua telunjuk mengarah ke atas sebagai penghormatan kepada nenek. Bahkan hingga saat ini selebrasi itu lebih sering dilakukannya ketimbang gaya selebrasi lainnya.

Enam tahun di Newell’s Old Boys, tercatat 500 gol dibukukannya. Fans menyandangkan gelar The Machine of ’87 pada anak-anak yang bermain bersama Messi, anak-anak yang tak terkalahkan hampir di semua pertandingan.

Kematian Nenek Celia juga menjadi penanda fase fisik Messi yang memiliki kelainan, yaitu kekurangan hormon pertumbuhan. Ayahnya yang hanya seorang buruh pabrik terpaksa mengeluarkan uang USD 1.000 per bulan untuk biaya pengobatan dan suntik hormon agar Leo tetap dapat bermain sepakbola.

Dua tahun lamanya pengobatan itu dilakukan hingga kedua orangtuanya kehabisan biaya. Dalam upaya untuk mendukung bakat Messi, Newell’s Old Boys setuju untuk berkontribusi tetapi kemudian mengingkari janji mereka kepada bocah ajaib yang malang itu.

Di tengah kekalutan, kakek-nenek Messi dari pihak ayah di Spanyol berupaya mencari solusi untuk penyakit yang diderita cucunya itu. Mereka kemudian menghubungi pihak Klub Barcelona, meyakinkan mereka bahwa titisan Maradona menunggu dijemput di Argentina.

Baca Juga

BELAJAR DARI KEMENANGAN ARGENTINA

Sekretaris teknis FC Barcelona Charly Rexach, dengan sigap mengontraknya dengan klausa tertulis di atas serbet -karena tidak menemukan kertas saat itu- dan dilakukan di sebuah bar. Charly menawarkan kesempatan agar tagihan medisnya ditanggung oleh klub, saat kontrak itu disepakati Messi masih berusia hampir 13 tahun, usia yang tidak disangka oleh Charly Rexach.

Dengan segala keterbatasan yang dimiliki Messi, dewan direksi FC. Barcelona menolak klausa yang telah disepakati. Juga, peraturan FIFA tidak mengizinkan klub-klub Eropa untuk merekrut pemain asing seusia Leo dan beragam aturan lain yang membatasinya terbang ke Eropa.

Tekad bulat keluarga dan Charly membujuk dewan direksi terwujud di Tahun 2001, keluarga Messi mengambil tas koper mereka melintasi Samudra Atlantik untuk pindah ke Spanyol. Mereka menempati sebuah apartemen dekat Camp Nou. Tetapi nasib buruk masih mengikutinya, setahun di Catalunya tidak membuat Messi mendapatkan tempat untuk berlatih di La Masia (akademi muda FC. Barcelona). Bahkan, karena biaya hidup, ibu dan saudara kandungnya memilih kembali ke Argentina. Messi hanya bersama ayahnya dan kerabat dari Spanyol yang tidak ia kenal sebelumnya.

Setahun berlalu, karena konflik transfer antara Newell’s Old Boys dan FC. Barcelona, Messi hanya latihan sendiri bersama ayahnya dan menjalani pengobatan serta kerinduan berkumpul bersama keluarga membuatnya semakin pendiam. Ia sama sekali tidak membuka mulutnya, hanya memberi isyarat dari bahasa tubuhnya. Bocah rantau itu menangis setiap malam karena tak sanggup tinggal sendiri. Yang tidak mengenalnya menganggap sebagai anak keterbelakangan mental dan bisu.

Di tahun ini (2002) ayahnya ngotot mendaftarkan ke Federasi Sepak Bola Kerajaan Spanyol (RFEF) agar putranya itu segera mendapatkan kesempatan berlatih seperti talenta-talenta muda lainnya. Sekali lagi, kegigihan keluarga membuatnya mendapat persetujuan RFEF sehingga ia dapat berteman dengan Cesc Fàbregas dan Gerard Piqué di akademi muda FC. Barca.

Perawatan pertumbuhan hormon dihentikan ketika Messi menginjak usia empat belas tahun tetapi terapi tetap dilakukan untuk memastikan tidak ada efek samping. Di masa ini, Messi yang tergabung di The Dream Team Barcelona terpaksa kembali merasa kesepian. Pasalnya, ayahnya terpaksa harus kembali ke Argentina dan kedua sahabatnya harus pindah ke Inggris, Fabregas direkrut Arsenal dan Piqué direkrut Manchester United. Messi sendiri dibujuk untuk pindah ke Arsenal yang memang terkenal sebagai klub bertabur talenta muda berbakat, tetapi Messi menolak hengkang.

Akhirnya, secara resmi namanya di kenal dunia pada tahun 2005 selama Kejuaraan Dunia Pemuda FIFA. La Pulga Atómica menyelesaikan turnamen dengan Bola Emas, Sepatu Emas, dan medali emas Olimpiade. Frank Rijkaard, manager El Barca kala itu kemudian menyelipkan nama Messi di daftar skuad utama Barcelona yang tentu menimbulkan perdebatan manajemen dan pemain inti.

Di sesi latihan pertama bersama tim utama itu, Ronaldinho memanggil Messi dengan sebutan “adik” dan berucap kepada rekan lain bahwa kelak bocah ini (sambil menunjuk Messi) akan mencatatkan sejarah baru melampaui siapapun termasuk dirinya. Ronaldinho yang rendah hati itu tidak sekedar menjadi senior tetapi juga mentor Messi agar dapat mengembangkan permainan di kancah profesional. Ronaldinho yang menganggapnya sebagai adik membantunya untuk dapat beradaptasi dan berinteraksi dengan pemain yang telah memiliki nama-nama besar. Pun sebagai junior, Messi sangat menghormati senior-seniornya.

Bukti pelatihan khusus (mentoring) Ronaldinho kepada Messi yaitu gaya drible, penguasaan sisi tengah lapangan, dan cara mencetak gol di luar nalar yang dilakukan keduanya identik. Terlebih saat Pep Guardiola menerapkan sistem permainan yang menuntut para pemainnya untuk terus bergerak mencari ruang di atas lapangan dan menciptakan keunggulan jumlah pemain atas pemain lawan di suatu area tertentu. Pass and move, dipadukan dengan formasi dasar 4-3-3 dan gaya tikitaka menjadi cara bagi para pemain Barcelona untuk bisa melakukan hal tersebut. Messi yang mengikuti arahan Ronaldinho untuk menjadi playmaker pun sedikit terbantu untuk menemukan ruang dengan sistem permainan macam ini.

Thierry Henry pernah berucap mengenai strategi dan sistem permainan managernya itu, bahwa Pep hanya memberikan cara bagi pemain merebut bola di area tengah dan belakang, serta bagaimana caranya mengalirkan bola yang kami dapat ke area depan. Setelah bola dikuasai pemain di area depan, kebebasan diberikan untuk melakukan apapun. Termasuk dia (Messi) untuk mencetak gol maupun mengoperkan bola sekehendaknya.

Yang kita lihat di layar kaca televisi seperti yang diungkapkan Thierry Henry, Messi adalah kebebasan itu sendiri. La Pulga bebas untuk melakukan apa yang ia inginkan seolah lapangan menyatu dengan dirinya. Karena kebebasan inilah, ia kerap menciptakan hal-hal ajaib. Messi adalah sosok yang melebihi sebuah sistem atau pola permainan macam apapun. Meski ia bermain di bawah sistem, ia tetaplah pemain yang melebihi sistem bahkan merombak menjungkirbalikkan sistem itu sendiri. Ia mampu menari-nari dengan bebas, indah nan cantik menghibur jutaan pasang mata yang menyaksikannya.

Lionel Andres Messi adalah bocah ajaib yang tumbuh dari ketidakmungkinan, ia menjadi pengingat untuk kita untuk berjuang menantang kemustahilan. Legenda Messi membuktikan ungkapan sebuah frasa “selama usaha masih ada, tidak ada yang mustahil untuk diraih”. Ia sejumput misteri ilahi yang diletakkan di lapangan sepakbola.

Kisah bak dongeng yang ada pada diri Messi tentunya dapat memberi pelajaran dan motivasi bagi civitas madrasah. Guru maupun staf dapat berkorban waktu dan tenaga demi mengakomodasi bakat-bakat siswa. Juga seorang guru senior harus mampu menjadi mentor bagi mereka yang belum berpengalaman maupun kurang jam terbang dalam mengajar, begitu pula sebaliknya, guru yang lebih muda harus bisa menghormati guru-guru yang lebih tua usianya.

Selayaknya Ronaldinho dalam bab kisah Messi, seorang guru yang memiliki pengetahuan tertentu harus bisa mendesiminasikan dan mentransfer ilmunya itu kepada orang lain. Pun bagi siswa maupun seluruh civitas madrasah, sosok Messi yang memiliki banyak kekurangan dan kemustahilan hingga kemudian menjelma menjadi legenda dunia ini harus dapat memotivasi untuk terus maju dan bergerak sehingga dapat mengembangkan bakat yang dimiliki.

Pep Guardiola di kisah awal karir Messi persis seperti apa yang dilakukan oleh Kepala Madrasah Sahroni, S.Pd.I, M.Pd yang mengarahkan capaian kegiatan, tetapi saat eksekusinya diberikan kebebasan pada panitia pelaksana. Bagi guru dan staf, metode manajemen yang diterapkan Ustadz Sahroni membantu guru/staf untuk senantiasa belajar meningkatkan kompetensi.

Aspek yang tak kalah penting dari kisah Messi adalah sosok orang-orang yang mencintai, mensupport, dan senantiasa mendoakan jangan sekalipun dilupakan. Nenek Celia memberikan pelajaran bagi kita, bahwa keajaiban adalah sesuatu yang terjadi setiap hari di dunia ini. Namun, keajaiban itu tidak bisa dilihat oleh semua orang. Hanya orang yang sudah mengubah perspektifnya tentang keajaiban-lah yang mampu melihat keajaiban di sekitarnya setiap hari dan setiap waktu.

Walaupun ada juga yang beranggapan keajaiban sebagai sesuatu yang sudah direncanakan dengan matang sebelumnya, sehingga tak ada yang namanya keajaiban, yang ada hanyalah akumulasi dari usaha. Hal itu tidaklah keliru. Tetapi merubah cara pandang (perspektif) dapat membantu untuk melihat sisi positif dari setiap peristiwa dan membatasi pikiran mengarah ke kecenderungan pola pikir negatif. Begitulah seharusnya cara memandang dunia, agar rasa syukur memenuhi hati kita dan ide/gagasan selalu ada.

(bersambung)

*) Waka. Humas MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid

One Reply to “Belajar Dari Kemenangan Argentina – Part 1”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *