Menjadi Guru Sukses Menurut Al-Qur`an (Refleksi Hari Guru Nasional 2022)

Oleh : Sahroni, S.Pd.I, M.Pd *)


Setiap tanggal 25 November diperingati Hari Guru Nasional (HGN). Peringatan HGN tahun 2022 ini, Kementerian Agama mengangkat sebuah tema “Berinovasi Mendidik Generasi”. 

Tema ini sengaja diangkat untuk mengingatkan bahwa para guru dituntut untuk mampu memberi dan menjadi solusi dengan melakukan inovasi-inovasi untuk mendidik generasi penerus  masa depan yang sukses.

Peringatan Hari Guru Nasional bertujuan untuk menghormati peran dan jasa-jasa guru di Indonesia. Guru sebagai pendidik menjadi bagian penting yang tak terpisahkan dalam pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia.

Baca Juga

INTEGRITAS GURU SELARAS ZAMAN (REFLEKSI HARI GURU 2022)

Guru merupakan salah satu komponen terpenting dalam sebuah sistem pendidikan. Guru adalah jantung yang bertugas memompa dan mengalirkan darah ke seluruh tubuh dan menampungnya kembali setelah organ paru-paru membersihkan darah tersebut. Ketika jantung berfungsi dan bekerja secara normal dan baik, maka bisa dipastikan tubuh manusia akan baik-baik saja; begitu pula sebaliknya.

Begitu juga posisi dan peran guru dalam sebuah lembaga pendidikan, guru menjadi titik sentral transformasi, internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai materi pendidikan dalam sebuah sistem pendidikan Tanpa eksistensi guru, proses pendidikan tidak akan bisa berjalan sama sekali. Tanpa peran aktif guru, sistem pendidikan akan terhenti. Maju tidaknya sebuah lembaga pendidikan di samping karena faktor pengelola juga dipengaruhi oleh kualitas guru di lembaga itu sendiri. Semakin berkualitas guru-guru sebuah lembaga pendidikan, maka siswa-siswanya juga akan semakin berkualitas dan berkelas.

Oleh karena itu, kajian tentang guru baik dalam ranah konseptual maupun ranah aktual selalu menarik dan penting untuk dibahas. Tulisan ini akan mencoba mengurai tugas dan peran guru yang tersurat dan tersirat dalam ayat Al-Qur`an dalam konteks dan pespektif pendidikan. Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran : 164, Allah swt berfirman.


لَقَدْ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ

“Sungguh, Allah telah memberi nikmat  (karunia) kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran :164)

Baiklah, penulis coba mengurai satu persatu ayat tersebut di atas :

‌Allah telah memberikan nikmat kepada orang-orang yang beriman dengan diutusnya seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri.

لَقَدۡ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِینَ إِذۡ بَعَثَ فِیهِمۡ رَسُولࣰا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ

Orang-orang yang beriman penulis ibaratkan sebuah komunitas atau sebuah lembaga pendidikan. Sedangkan seorang Rasul itu adalah seorang guru atau pendidik. Rasul tersebut juga berasal dari kalangan mereka sendiri (min anfusihim), sehingga mereka mudah memahami tutur katanya dan dapat menyaksikan tingkah lakunya untuk diikuti dan dicontoh amal-amal perbuatannya.

Dalam konteks sebuah lembaga pendidikan, guru yang akan menjadi sebuah karunia apabila guru tersebut  memiliki persamaan persepsi dengan pengelola lembaga dan memiliki kesamaan visi misi dan tujuan pendidikan tempat dimana dia mengabdi.

Di samping memiliki persamaan yang dimaksud, guru harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari lembaga sekolah/madrasah serta lmembaur dan lebur dengan seluruh civitas sekolah. Tidak berjarak antar sesama guru dan dengan peserta didik sesuai dengan makna min anfusihim. Dengan demikian para peserta didik merasakan kedekatan dengan guru baik secara lahir maupun secara batin. Ketika sudah tercipta hubungan yang sangat erat antar guru dan murid, maka proses tarbiyah (mendidik rohani), ta’dib (mendidik akhlak) dan ta’lim (transfer of knowledge) akan berjalan dengan baik dan sukses.

‌Rasul tersebut membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan jiwa mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah.


يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ

Dalam potongan ayat setidaknya ada tiga tugas utama seorang Rasul “guru” yaitu pertama :membacakan ayat-ayat Allah; kedua : mensucikan jiwa (batin); dan ketiga mengajarkan Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah.

1. Membacakan Ayat-ayat Allah (يتلو)

Dalam bahasa Arab kata Talaa-Yatluu-Tilawah memiliki arti yang berbeda dengan qaraa yaqrau qiraah. Qiraah  memiliku arti membaca secara tekstual dan konteksktual. Sedangkan arti tilawah tidak hanya sekedar membaca secara tekstual tetapi juga bermakna memahami dan mengamalkan apa yang dibaca. Itulah alasannya mengapa ayat yang pertama turun adalah surat Al-Alaq yang diawali dengan kata Iqra’.

Dari makna di atas, dapat penulis katakan bahwa tugas pertama seorang guru adalah mendekatkan murid kepada Al-Qur’an dengan mengajak mereka istiqamah membacanya. Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan yang paling tinggi dan sumber paling utama dalam Islam. Ketika para peserta didik istiqamah membaca Al-Qur’an dalam setiap dan menjadikan Al-Qur’an sebagai bacaan utama sehari-hari, maka sudah pasti dia sudah semakin dekat dengan ilmu-ilmu  pengetahuan dan semakin dekat pula dengan Dzat yang Maha Memberi ilmu-ilmu pengetahuan itu sendiri.

Baca juga

PEMUDA HARAPAN BANGSA (MEMPERINGATI HARI SUMPAH PEMUDA 2022)

Tidak hanya itu, membaca Al-Qur`an juga akan membuat daya ingat seseorang akan semakin kuat. Semakin banyak seseorang membaca Al-Qur`an, semakin kuat daya hafalannya sebagaimana  dijelaskan dalam kita Ta’limul Muta’allim.

Setelah guru berhasil mengajak dan mendekatkan para siswa kepada Al-Qur’an, maka tugas guru selanjutnya adalah memahamkan maksud dan arti bacaan Al-Qur`an itu sendiri. Tentu seorang guru tidak bisa memberikan pemahaman makna Al-Qur`an sebelum dirinya sendiri paham terlebih dahulu. Tentu para siswa tidak berhenti hanya sekedar paham saja tetapi diajak untuk mengamalkan dan mengimplementasi pemahaman tersebut dalam kehidupan sehari-hari.  Para siswa pun juga akan termotivasi untuk mengamalkan ilmunya jika gurunya mampu menjadi role model (uswah hasanah) terlebih dahulu.

2. Mensucikan (يزكي)
Bersuci dalam Bahasa Arah memiliki beberapa padanan kata yaitu Yuthahhir (Thaharah) dan Yuzakki (Tazkiyah). Thaharah artinya mensucikan tubuh dari kotoran dzahir. Sedangkan Tazkiyah lebih cenderung kepada penyucian bathin. Karenya para ulama mengartikan Tazkiyah sebagai penyucian, pembinaan, serta penumbuhan jiwa menuju kehidupan spiritual yang lebih tinggi. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa tazkiyah merupakan pembersihan diri dari sifat kebuasan, kebinatangan, dan setan untuk kemudian mengisi dengan sifat-sifat terpuji. 

Jika dihubungkan dengan pendidikan Islam, maka pembersihan dan penyucian jiwa ini sangat diperlukan karena tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri adalah membentuk manusia yang memiliki akhlak yang baik, dan akhlak yang baik ini bisa diperoleh jika jiwa peserta didik sudah benar-benar bersih dan suci dari segala kotoran jiwa.

Dari ayat di atas dapat pahami, bahwa tazkiyah merupakan bagian pengondisian psikis siswa  sebelum proses pembelajaran. Pengkondisian belajar menjadi bagian kegiatan mendasar dan fundamental yang perlu dilakukan oleh guru dalam memfasilitasi kondisi suasana belajar yang aman, nyaman, menyenangkan, dan efektif  agar anak dapat belajar dan mengembangkan potensinya secara optimal.

Lebih dari itu, dalam Islam pengkondisian hati dan jiwa jauh lebih penting daripada pengkondisian pembelajaran secara umum. Jika hati seorang murid sudah bersih dari sifat-sifat buruk dan penyakit-penyakit hati serta dihiasi dengan akhlak yang terpuji, maka proses pembelajaran akan berjalan efektif dan produktif. Hati yang bersih akan mampu menggerakkan seluruh tubuhnya untuk mengaktualisasikan pengetahuannya menjadi sebuah amaliah nyata.

3. Mengajarkan Kitab dan Hikmah (يعلم)
Mengajarkan (ta’lim) merupakan tahapan yang terakhir. Artinya setelah guru berhasil mendekatkan peserta didik dengan Al-Qur’an dan memiliki hati yang bersih dan akhlak terpuji, maka barulah proses pembelajaran dilaksanakan.

Mengajarkan Al-Kitab dan Hikmah Maksudnya adalah seorang bertugas mentransfer (memindahkan) ilmu yang dimilikinya untuk para peserta didiknya. Ilmu tersebut ada di dalam Al-Qur`an dan hadits sebagai sumber utama ilmu pengetahuan dalam Islam. Sedangkan hikmah adalah setiap kalimat yang mengandung kebaikan berguna sepanjang masa yang tidak lekang ditelan zaman.

Kalau kita ketiga kata kerja ayat di atas, semuanya menggunakan kata kerja fi’il mudhari yaitu kata kerja yang menunjukkan waktu saat ini dan masa yang akan datang. Artinya ayat ini mengisyaratkan bahwa dalam mendidik, para guru dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan melakukan inovasi-inovasi yang berorientasi pada masa depan. Inilah makna tema Berinovasi Mendidik Generasi.

Semoga dengan Peringatan Hari Guru Santri Nasional Tahun 2022 ini, kita sebagai pendidik dapat melaksanan petunjuk Al-Qur`an tersebut dalam melaksanakan tugas kita dalam mendidik generasi masa depan yang cemerlang.

Akhirnya Civitas MTs. Miftahul Ulum 2 Mengucapkan Selamat Memperingati Hari Guru Nasional 2022

*) Kepala MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid