Menyoal Hadits Keutamaan Bulan Rajab

Oleh : Abdul Halim, S.Pd *)

Melalui metode hisab, besok hari Senin, 23 Januari 2023 M adalah memasuki hari pertama  bulan Rajab 1444 H. Sebagaimana masyhur, bulan Rajab adalah salah satu di antara asyhuru al-hurum, bulan-bulan mulia yang empat, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab.

Menyambut hadirnya bulan Rajab banyak sekali dari kalangan masyarakat, bahkan santri sekalipun, yang tanpa sadar turut menyebarkan hadits maudhu’ terkait keutamaan bulan Rajab demi menghormatinya. Sebagai contoh, penulis baru saja membaca sebuah status Whatssapp yang isinya “Barangsiapa memberitahukan berita tanggal satu Rajab maka api neraka haram baginya”. Tentu sangat menggelisahkan jika seorang santri pun turut menyebarkannya. Selain karena tidak diperkenankannya menyebarkan hadits palsu, bisa-bisa kita menjadi cemoohan orang-orang wahabi jika terus tidak selektif memilah sebuah perkataan yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw.

Baca Juga

MEMBACA SPIRIT RAMADHAN DI BALIK DOA BULAN RAJAB

Dalam kitab Tabyiinu al-ajab bi ma warada fi syahri rajab, Ibnu Hajar al-Asqalani menegaskan

bahwa hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan bulan Rajab dan puasa di dalamnya hanyalah ada dua macam, yaitu hadits palsu dan hadits dhaif. Tidak ada hadits shahih yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab yang bisa dijadikan dalil. Untuk menguatkan argumennya, Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan hadits-hadits yang populer masalah bulan Rajab dan menjelaskan sisi kedhoifannya dan kemaudhuannya secara detil.

Setelah mengetahui bahwa hadits yang berkaitan dengan bulan Rajab hanyalah hadits dhaif dan palsu, maka baiknya kiranya bila kita mengetahui apa itu hadits dhaif dan hadits palsu.

Hadits Dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi ciri-ciri dan syarat-syarat hadits hasan.  Menurut ahli hadits, hukum meriwayatkannya diperbolehkan asalkan tidak berkaitan dengan aqidah dan hukum syariat. Adapun hukum mengamalkannya, jika dalam masalah fadhoilu al-a’mal, keutamaan-keutamaan  suatu pekerjaan (dalam hal ini tergolong pula hadits dhoif keutamaan Rajab) adalah dianjurkan. Namun menurut Ibnu Hajar, anjuran ini ada bila telah memenuhi tiga syarat, yaitu:

 1. Kedhoifannya tidak terlalu parah.

 2. Hadits dhaif tersebut masih dalam naungan sesuatu yang secara asal boleh diamalkan (dalam kasus bulan Rajab adalah puasa. Secara asal puasa itu memang bisa diamalkan).

 3. Tidak meyakini ketetapannya, yakni hanya dalam rangka hati-hati.

Adapun hadits maudlu’ adalah hadits yang dibuat-buat lalu dinisbatkan kepada Rasulullah saw.  Hukum meriwayatkannya adalah haram  berdasarkan hadits riwayat Muslim: من حدث عني بحديث يرى  انه كذب فهو احد الكاذبين. Barangsiapa meriwayatkan sebuah hadits nabi padahal ia tahu itu adalah hadits dusta maka ia pun tergolong salah satu pendusta. Akan tetapi, kata Syaikh Hasan al-Mas’udy, jika periwayat tidak mengetahui tentang kepalsuan hadits tersebut maka tidak mengapa, dalam artian tidak berdosa.

Dengan demikian, kita harus selektif dalam menyebarkan hadits yang berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab. Sebab jika tidak berupa hadits maudhu’ maka minimal haditsnya berstatus dhoif sebagaimana dikemukakan Ibnu Hajar.

Adapun untuk mengamalkan puasa Rajab, maka ulama-ulama kita telah memberi tauladan untuk berpuasa bulan Rajab. Karena sebagaimana disebutkan tadi, diperbolehkan mengamalkan hadits dhoif dalam keutamaan suatu pekerjaan asalkan amalan yang dilakukan memiliki dasar. Adapun puasa, maka ulama sepakat puasa adalah sunnah selama tidak dilakukan pada hari-hari yang diharamkan berpuasa seperti hari raya idul fitri, idul adha, hari tasyriq dan hari syakk.

Akhir kata, Semoga Allah memberkahi kita di bulan Rajab dan bulan Sya’ban dengan kebaikan dan mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan. Amin.

*) Pembina Ektrakurikuler Literasi MTs. Miftahul Ulum 2

2 Replies to “Menyoal Hadits Keutamaan Bulan Rajab”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *