Class Meeting Last Day: Reading a Poetry

Lomba pembacaan puisi di class meeting putra menjadi lomba terakhir. Berbeda dengan putri yang dituntut untuk menciptakan puisi, di putra hanya membacakan saja. Meskipun demikian, Syahrul Rhomadhona S.H membeberkan bahwa pembacaan puisi di putra ini ditekankan pada artikulasi dan bahasa tubuh.

Dari keterangan Ustadz Syahrul juga diketahui bahwa panitia memberikan kebebasan kepada peserta untuk memilih sendiri puisi-puisi yang ada di buku karya siswa “Kata Hubung” selain puisi-puisi yang telah dipersiapkan oleh panitia, bahkan jika ada peserta yang mau mencipta puisi seketika itu juga malah mendapatkan poin tambahan pada penilaian.

Selain itu, peserta yang terdiri dari Kelas XII hingga Kelas IX ini diperbolehkan maksimal menyajikan dua puisi. Waka Humas Danang Satrio P, S.Psi yang berkesempatan menjadi juri menyebut bahwa dengan dua puisi yang dibacakan tiap peserta dirinya berharap masing-masing peserta itu dapat memaksimalkan penampilannya.

Penikmat sastra ini juga beranggapan bahwa siswa putra lebih ekspresif bahasa tubuhnya jika dibandingkan siswi putri dalam hal penampilan. Namun, siswi putri memiliki keunggulan dalam produktivitas menciptakan karya dibanding siswa putra. Oleh karenanya, ajang ini benar-benar dimanfaatkan oleh civitas madrasah untuk menjaring dan mengarahkan bakat dengan lebih fokus pada apa yang sudah ada terutama di bidang karya seni sastra.

Kedua juri lainnya, yaitu: Aris Purnomo, S.Pd mewakili Guru Bahasa Indonesia dan Rofik Hariyadi, S.Pd seorang guru baru yang akan fokus membantu mengembangkan Gerakan Literasi Madrasah khususnya di putra.

Yang menarik di perlombaan ini adalah siswa-siswa yang sebelumnya dikenal bebal oleh teman-teman sekelasnya justru mau menjadi perwakilan kelas. Bagi siswa putra, puisi dianggap terlalu feminim untuk dilakukan anak lelaki. Itulah kenapa banyak dari mereka enggan mendaftarkan diri.

Namun, seni yang sejatinya mempengaruhi cipta, karya, dan rasa tidak mengenal gender. Ia hadir untuk memberikan keindahan dan memancing mereka yang berhasrat pada keindahan. Begitulah lomba kali ini yang mampu memancing siswa-siswa untuk mau tampil membacakan puisi selayaknya W.S. Rendra menyajikan puisi diatas panggung-panggung teater atau Widji Thukul yang berapi-api melantangkan puisinya di jalan-jalan perjuangan.

Siapa yang sangka, dari pihak penonton yang juga dari kalangan siswa itu memenuhi aula madrasah. Hingga membuat seisi ruangan gerah karena banyaknya siswa yang ingin menikmati puisi-puisi yang dibawakan teman-temannya.

Selepas lomba, Ketua Panitia Zainul Arifin, S.H kaget karena banyaknya siswa dari Kelas XII dan Kelas VIII mendaftarkan diri untuk ikut ekstrakurikuler literasi. Saat ditanyakan kepada salah satu dari siswa itu, jawab mereka, tertarik masuk ekskul literasi karena penampilan peserta-peserta lomba yang membuatnya kagum.

One Reply to “Class Meeting Last Day: Reading a Poetry”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *