Membudayakan Kebiasaan Baru

Oleh : Amang Philip Dayeng Pasewang, S.Sos

“Kebiasaan Baru atau Tatanan Baru” yang digaungkan pemerintah pusat sebulan terakhir ini menyiratkan adanya kebutuhan yang mendesak – yang urgent demi tercapainya tujuan dalam hal ini keselamatan warga negara dari ancaman Covid-19, juga menyelamatkan ekonomi bangsa menuju jurang resesi yang jika hal ini terjadi maka kemudian mengancam pertahanan dan keamanan negara. Pembentukan perilaku yang diinginkan pemerintah kepada semua lapisan masyarakat memang tidak serta merta dapat dilakukan dengan mudah dan cepat seperti dalam Dongeng Candi Prambanan, ada tahapan-tahapan, serta faktor-faktor penentunya. Selanjutnya, dari perilaku ini diharapkan menciptakan kebudayaan baru alih-alih sebagai status-quo dalam koridor perang melawan Pandemi Covid-19 selagi scientology berusaha menemukan vaksin. Dunia dewasa ini menuntut adanya pemahaman kebudayaan “Kebiasaan Baru” (New Normal dalam istilah internasional) bersama sebagai bentuk kebutuhan yang diprioritaskan.

Merujuk asal kata kebudayaan atau budaya yang berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu buddhayah/bodhayah diartikan sebagai produk budi atau tindakan juga hasil proses akal manusia yang dilakukan berulang dalam suatu kelompok masyarakat. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultural, merupakan serapan kata dari Bahasa Inggris yaitu culture, dan Bahasa Latin yaitu cultura. Tokoh nasional yang juga mendapat gelar penghormatan sebagai Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa kebudayaan adalah buah budi dari manusia, yang merupakan hasil dari dua pengaruh besar yaitu alam semesta dan kodrat masyarakat. Definisi lainnya berasal dari Koentjaraningrat, beliau mengemukakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar.

Paparan definisi kedua tokoh tersebut tentang kebudayaan menyimpulkan adanya tujuan guna perubahan yang hendak dicapai dengan suatu gagasan dan tindakan di kelompok/komunitas masyarakat dengan media pembelajaran dan proses belajar sebagai respon adanya suatu kejadian. Konklusi dengan “Kebiasaan Baru” di sektor pendidikan adalah peran penting para guru untuk menanamkan pemahaman bersama masyarakat dunia lainnya kepada peserta didik khususnya dan kepada wali murid pada umumnya. Bukan perkara mudah, butuh sinergi serta komunikasi yang berkesinambungan antar pihak.

Jika melihat data internasional, Indonesia termasuk negara dengan percepatan penularan tertinggi. Kebijakan preventif pemerintah tentang “Kebiasaan Baru” sebagai langkah pembentukan perilaku hidup sehat dan meninggalkan kebudayaan-kebudayaan lama yang rentan dengan penularan seyogyanya patut didukung untuk segera dielaborasi di satuan lembaga pendidikan agar mampu menghasilkan formula penanaman pemahaman kebiasaan baru. Tanpa formula itu, gaung himbauan “Kebiasaan Baru” hanya akan dinilai sebagai gimmick belaka.

*) Guru IPS dan Waka. Akademik MTs. Miftahul Ulum 2 Banyuputih Kidul

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *