Amaliyah NU, Antara Stigmatisasi dan Penguatan Internal

Oleh: Aris Purnomo, S.Pd *)

95 tahun Nahdlatul Ulama (NU) eksis di bumi nusantara, selama itu pula pasang-surut terjadi dalam pelaksanaan amaliyah-amaliyah NU baik itu oleh warga Nahdliyyin yang diakui dan terdaftar secara resmi maupun khalayak luas yang notabene “ber-NU” dalam akidah dan I’tiqad.  Seyogyanya setiap warga Nahdliyyin berkewajiban melestarikan dan menjalankan amaliyah-amaliyah NU agar sebutan Nahdliyyin tidak hanya tertera pada tanda pengenal saja, namun juga tercermin dari tingkah-laku keseharian.

Bukan rahasia umum lagi bahwasanya warga NU tidak seluruhnya berasal dari kaum berpemikiran intelek, sebagian besar warga NU berasal dari kaum awam ilmu pengetahuan dan ber-NU dikarenakan mengikuti agama dan akidah orang tua. Hal inilah yang menjadi celah bagi pihak di luar NU yang berusaha menyerang dan menghambat kelestarian amaliyah NU.

Sejalan dengan bertambah canggihnya perkembangan teknologi informasi, upaya-upaya memarjinalkan amaliyah NU secara massif bergaung dan bertebaran. Sasarannya adalah warga Nahdliyyin dari kalangan awam intelektual, sehingga mudah terpengaruh untuk meninggalkan amaliyah NU dan secara terang-terangan menyalahkan bahkan meng-kafir-kan.

    TBC akronim dari Tahayyul, Bid’ah, Churofat inilah yang menjadi senjata ampuh bagi para pembenci NU. TBC juga diidentikkan dan dilekatkan sebagai titel warga NU. Stereotip TBC seakan menjadi gelombang yang senantiasa menggerus keyakinan warga Nahdliyyin waktu demi waktu. Konotasi buruk TBC sengaja digunakan untuk menyudutkan yasinan, tahlilan, sholawatan, manakiban, ziarah Kubur, tabarrukan, dan lain sebagainya.

Bagaimana reaksi Nahdliyyin menyikapi hal tersebut?

Beragam reaksi dan ekspresi yang ditunjukan warga Nahdliyyin ketika mendengar maupun mendapat sebutan TBC, beberapa di antaranya:

  • Acuh, sebagian besar warga nahdliyin tidak begitu menghiraukan akan adanya stigma negatif ini.
  • Risih, reaksi semacam ini umumnya ditampakkan oleh kalangan Nahdliyyin yang aktif di media sosial. Hal ini tampak pada kontra-narasi sebagai respon konten yang bermuatan kebencian terhadap amaliyah NU.
  • Terpancing dan ikut menyalahkan amaliyah NU, tidak sedikit dari Nahdliyin yang meninggalkan amaliyah NU yg sudah dijalaninya selama ini. Beberapa di antaranya bahkan ikut memproklamirkan doktrin negatif tersebut.

Bagaimana kebijakan NU menyikapi permasalahan ini?

Stigmatisasi yang dilekatkan kepada NU sebagai organisasi penggemar tahayyul, pengamal bid’ah, dan pelaku churofat oleh berbagai oknum maupun kelompok di luar NU dengan tujuan untuk mendiskreditkan NU tampaknya tidak begitu berpengaruh dan tidak membuahkan hasil. Hal itu terbukti  bahwa semakin berjalannya waktu, amaliyah aswaja ala NU semakin lazim dan semakin banyak yang mengamalkannya. Namun dengan realita seperti itu, tidak serta-merta membuat NU tidak mengambil tindakan preventif dan membuat kebijakan penanganan. Seperti yang kita ketahui, PBNU menaungi sekian banyak lembaga, badan otonom (banom), dan Lajnah yang diantaranya adalah LDNU dan LTMNU.

LDNU (Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’) adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan dengan bidang dakwah yang menganut faham ahlussunnah wal jamaah. Khotib dan Da’i, konsultan & orgenizer yang ada dalam LDNU terdiri dari sejumlah akademisi, praktisi, konsultan, aktivis, penggerak – organizer masyarakat, asatidz-asatidzah, masyayikh/para kiai, dan sebagainya yang memiliki kapasitas keagamaan dan gerakan sosial kemasyarakatan yang sudah banyak teruji dalam berbagai pengalaman (dakwahnu.id).

Dilansir dari situs NU online, LDNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah. Sementara menurut Ensiklopedia NU, lembaga tersebut di antara tugasnya adalah mengkoordinasikan para da’i dan daiyah dalam menjalankan dakwah kepada masyarakat baik secara tulisan maupun lisan hingga ke masyarakat meskipun di pelosok teepencil.

LDNU mempunyai misi: “terwujudnya dakwah nusantara yang mengakar, menyebar, dan memberi manfaat di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”. Dengan misi tersebut, LDNU diharapkan mampu membentengi kaum nahdliyyin dari paham di luar Ahlussunnah wal jama’ah dan menguatkan keyakinan warga nahdliyyin terhadap amalan-amalan NU agar tidak mudah terpancing dan terprovokasi hasutan TBC.

Pada tahun 1991, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam satu artikelnya mengatakan, pada tahun 2010 NU mengalami transformasi keempat, yaitu teknologi informasi. Ternyata apa yang dikatakan Gus Dur tersebut benar adanya. LDNU pun mengambil bagian dalam keniscayaan tersebut untuk memanfaatkan teknologi informasi sebagai sarana dakwah nusantara yang mengakar, menyebar, dan memberi manfaat.

Di samping LDNU, PBNU juga menaungi Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama’ (LTMNU). Salah satu misi LTMNU adalah menjadikan masjid sebagai pusat beribadah dan juga sebagai solusi terhadap segenap persoalan yang berkembang dalam masyarakat. Dalam berbagai kesempatan (Majelis, Lailatul Ijtima’, Khutbah Jum’at, dsb), LTMNU melalui muharrik masjid diharapkan dapat hadir dan memberikan penerangan kepada masyarakat/jama’ah masjid yang kerap kali dibenturkan pada masalah-masalah keagamaan yang salah-satunya adalah stigmatisasi TBC. Sehingga dapat mengembalikan keyakinan akan amaliyah-amaliyah NU yang telah diamalkan baik amaliyah individual maupun yang dilakukakan secara ber-jama’ah di masjid serta di majelis manapun.

LTMNU mempunyai tugas pokok dan fungsi peningkatan kualitas pendidikan formal maupun informal yang ada di dalam masjid maupun di tanah wakaf sekitar masjid. KH. Nur Hotib (Ketua PC LTM-NU Kab. Lumajang) dalam sebuah kesempatan pernah menyampaikan, ”memang benar generasi kita saat ini NU-nya kuat (keyakinan dan keteguhan), aswaja-nya kuat; tapi anak-cucu kita siapa yang bisa menjamin bahwa mereka tidak akan terpengaruh hingga akhirnya menyimpang dari akidah pendahulunya, Aswaja ala NU ini?”. Dalam hal ini beliau juga menjelaskan bahwa LTM-NU juga mempunyai tugas menjaga kualitas muatan kurikulum pendidikan tersebut agar tetap berazaskan Ahlussunah Wal Jama’ah ala An-Nahdliyyah agar tertanam kuat mulai usia sekolah kepada anak-cucu kita.

Dua lembaga tersebut di atas secara khusus dan lembaga-lembaga lainnya di bawah naungan PBNU adalah bukti dari upaya PBNU dalam menyikapi persoalan stigma buruk, serta untuk menguatkan keyakinan warga NU dalam melestarikan dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung dalam aswaja dengan baik dan sempurna.

Bagaimana upaya kita sebagai Nahdliyyin dalam menghadapi stigma TBC?

Sebagai Nahdliyyin, tentunya keyakinan akan kebenaran amaliyah NU yang telah kita laksanakan akan terganggu. Maka dari itu, kita Nahdliyyin harus memiliki komitmen sam’atan wa thaa’atan kepada para guru. Kita patut bersyukur mempunyai panutan, imam, maha guru seperti KHM. Hasyim Asy’ari, Syaikhona Kholil Bangkalan, dan Kyai-kyai NU lainnya yang sanad keilmuannya diakui.

    Dengan bermodalkan sam’atan wa thaa’atan (senantiasa mendengar dan menta’ati) terhadap apa yang dianjurkan dan dicontohkan kyai-kyai kita yang sanadnya telah diakui, kita tepis setiap keraguan terhadap amaliyah-amaliyah NU yang sering disalahkan dan dikafirkan oleh pihak-pihak tertentu. Dan sebagai Nahdliyyin yang berpengatahuan, kita diharuskan lebih bijak untuk menyaring muatan informasi dalam konten di media sosial maupun sarana jejaring informasi lainnya. Kita serap apa yang kita butuhkan demi kebaikan, dan kita buang apa menyalahkan kebaikan amaliyah yang telah kita jalankan, sesuai dengan kaidah “al-muhafazhah ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bil jadidil al-ashlah”  (mempertahankan kebaikan warisan masa lalu, mengambil hal yang baru yang lebih baik).

Saling mendukung antara Nahdliyyin dan PBNU diharapkan mampu memperkuat tali persaudaraan demi kemuliaan Islam, begitu pula dengan persatuan anak bangsa wajib kita bina bersama demi keutuhan NKRI.

*) Guru Bahasa Indonesia MTs. Miftahul Ulum 2 Banyuputih Kidul

Leave a Reply