Perubahan Paradigma Pertanian (Peringatan Hari Tani Nasional 2021)


Oleh: Danang Satrio P, S.Psi *)

Swasembada beras (tidak bergantung pada impor) merupakan tantangan besar untuk mewujudkannya. Swasembada beras hanya pernah terjadi selama dua tahun di rentang tahun 1984-1985 saja, selebihnya pemerintah mengambil jalan pintas dengan mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan perut rakyat Indonesia. Pemerintah selalu bangga ketika menerapkan kebijakan pangan murah, bahkan berkali-kali ganti pemerintahan pun subtansi kebijakan berkutat pada subsidi – yang berbeda hanya berganti judul subsidi mulai beras murah sampai pada beras miskin. Alih-alih memikirkan regulasi pengelolaan lahan pertanian dan distribusi pupuk, peningkatan kesejahteraan petani dan memfasilitasi petani meningkatkan produksi pertanian, serta memberantas mafia impor yang dengan impor tersebut menekan harga jual gabah petani.

Kebijakan politik pangan murah dan sejenisnya dalam wujud subsidi harga pangan di perkotaan merupakan kebijakan urban bias, berdampak sebentar saja dan tergantung pada momen-momen perayaan. Kebijakan tersebut menjadikan petani dan pertanian hanya sebagai objek untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat dan pengganjal inflasi. Inilah sumber persoalan pertanian di Indonesia, paradigma salah selama ini karena menjadikan petani sekedar objek untuk ketersediaan pangan (dan tidak lebih dari itu).

Baca juga :

Menggapai Cita-cita menjadi Polwan

Kebuntuan pemerintah mewujudkan swasembada beras menginisiasi beberapa pejabat negara menyarankan kepada segenap rakyat Indonesia untuk merubah makanan pokok yang umumnya beras digantikan dengan makanan lain semisal jagung, sagu, dan lain sebagainya. Beras yang sudah dikenal sebagai salahsatu dari sembilan bahan pokok akan sulit digantikan untuk memenuhi kebutuhan makan harian.

Negeri khatulistiwa yang dianugerahi tanah luas nan subur serta pasokan air melimpah ini secara kesejarahan pernah jaya di masa kerajaan-kerajaan terdahulu, kejayaan tersebut berangkat dari pengelolaan pertanian dan hasil tani. Dengan itu Indonesia disebut bangsa agraris, yang semestinya visi agraria menjiwai dan menjadi fokus dasar kebijakan pembangunan nasional jika bangsa menginginkan kemakmuran.

Jika masalah klasik kekurangan pangan ingin diatasi, perlu perubahaan paradigma pembangunan pertanian dari sekadar menjadikan petani objek untuk food security menjadi paradigma yang memberi ruang luas kepada petani untuk mewujudkan food security, ecological sustainability, dan kesejahteran petani. Terlebih jika kita melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah petani secara keseluruhan menurun dari 31,2 juta pada tahun 2003 (petani padi turun dari 14,1 juta) menjadi 27,7 juta pada tahun 2018 (13,2 juta untuk petani padi) dan terus menunjukkan trend penurunan di tahun 2021 hingga Presiden Joko Widodo dalam sebuah pidato mengajak angkatan muda Indonesia untuk tidak malu menggeluti profesi petani, hal itu diperlukan agar angkatan kerja di sektor pertanian kembali naik jumlahnya dengan menerapkan inovasi pengetahuan di bidang pertanian.

Masih berdasarkan fakta data BPS, jumlah lahan pertanian juga semakin menyusut. Praktik alih fungsi lahan pertanian ke area non-pertanian sungguh mengkhawatirkan. Rata-rata luasan lahan sawah berkurang sebesar 650 ribu hektar/tahun atau ekuivalen dengan 6,5 juta ton khusus beras. Umumnya alih fungsi pertanian ini dilakukan untuk proyek-proyek pembangunan jangka menengah-panjang seperti pabrik, jalan tol, perumahaan, dan pembukaan tambang migas.

Peringatan Hari Tani Nasional yang diperingati setiap 24 September sepatutnya menjadi warning bagi Indonesia, bahwa tanah subur nan luas yang ada di bumi Nusantara ini akan cepat tidak dapat ditanami jika kita hanya berorientasi pada jangka pendek dan menjadikan petani hanya sebagai obyek penyedia pangan serta tidak ada regenerasi petani-petani muda yang berinovasi dan berpihak pada kelangsungan ekosistem alami.

Terima kasih petani, selamat Hari Tani Nasional.

*) Guru MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid

2 Replies to “Perubahan Paradigma Pertanian (Peringatan Hari Tani Nasional 2021)”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *