Kata Ramadhan dalam Perspektif  Bahasa Arab | Dirosah Virtual Ramadhan 1444 H

Oleh : Ahmad Hafidz Abdullah, M.Pd *)

Berawal dari surat-surat tak bertanggal, yang diterima Abu Musa Al-Asy-‘Ari

radhiyahullahu’anhu; sebagai gubernur Basrah kala itu, dari khalifah Umar bin Khatab. Abu Musa mengeluhkan surat-surat tersebut kepada Sang Khalifah melalui sepucuk surat,

إنَّه يأتينا من أمير المؤمنين كتب فلا ندري على أي نعمل, وقد قرأنا كتابا محله شعبان. فلا ندرى أهو الذى نحن فيه أم الماضي

“Telah sampai kepada kami surat-surat dari Amirul Mukminin, namun kami tidak tau apa yang harus kami perbuat terhadap surat-surat itu. Kami telah membaca salah satu surat yang dikirim di bulan Sya’ban. Kami tidak tahu apakah Sya’ban tahun ini ataukah tahun kemarin.” Karena kejadian inilah kemudian Umar bin Khatab mengajak para sahabat untuk bermusyawarah; menentukan kalender yang nantinya menjadi acuan penanggalan bagi kaum muslimin.

Dalam musyawarah Khalifah Umar bin Khatab dan para sahabat, muncul beberapa usulan mengenai patokan awal tahun. Ada yang mengusulkan penanggalan dimulai dari tahun diutus Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Sebagian lagi mengusulkan agar penanggalan dibuat sesuai dengan kalender Romawi, yang mana mereka memulai hitungan penanggalan dari masa raja Iskandar (Alexander). Yang lain mengusulkan, dimulai dari tahun hijrahnya Nabi shallallahu’alaihiwasalam ke kota Madinah. Usulan ini disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. Akhirnya para sahabatpun sepakat untuk menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun. Landasan mereka adalah firman Allah ta’ala,

لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ

Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. (QS. At-Taubah:108)

Para sahabat memahami makna “sejak hari pertama” dalam ayat, adalah hari pertama kedatangan hijrahnya Nabi. Sehingga moment tersebut pantas dijadikan acuan awal tahun kalender hijriyah.

Dalam artikel “Menelisik Histori Muharam dan Hijriyah” menjelaskan bahwa Muharam ditetapkan sebagai bulan pertama penanggalan hijriah karena pada bulan ini, Nabi Muhammad SAW pertama kali berniat dan merencanakan akan berhijrah. Selain Muharram.

ditetapkan juga penamaan untuk kesebelas bulan lainnya yakni Shafar, Rabi’al-Awwal, Rabi’al-Tsani, Jumada al-Ula, Jumada al-Tsaniyah, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawwal, Dzul-Qa’dah, Dzul-Hijjah. Berlatar belakang religi (muharam dan dzul hijjah), sosial (safar, sya’ban, syawwal, dzul qa’dah), sosial religi (rajab), sosial ekologis (rabiul awal, rabiul akhir, jumada ula, jumada tsaniyah), ekologis geografis (Ramadhan)

1.     Muharram[محرم].

Berarti yang terlarang. Disebut demikian karena memang pada bulan ini, bangsa Arab seluruhnya mengharamkan peperangan. Tidak ada tumpah darah pada bulan ini. ini merupakan hukum adat yang tak tertulis yang berlaku sejak lama.

2.     Shafar[صفر].

Shafar satu suku kata dengan kata Shifr [صفر] yang berarti kosong. Bulan ini dinamakan shofar atau shifr, karena pada bulan ini bangsa Arab mengosongkan rumah-rumah mereka yang beralih ke medan perang atau bepergian. Bersumber dari ibnu katsir tafsirubnu katsir (darut thayyibah, 1999 juz 4 halaman 146.

3.     Rabi’al-Awwal

Sesuai namanya, Rabi’ [ربيع] yang berarti musim semi, bulan ini dinamakan demikian karena memang sewaktu bulan rabiul awal buah buahan mula berbunga dan seterusnya berbuah. Bersumber dari ibnu katsir tafsirubnu katsir (darut thayyibah, 1999 juz 4 halaman 146.

4.     Rabi’al-Tsani

Namanya mengikuti nama bulan sebelumnya karena musim gugur yang masih berlangsung. Tsani artinya yang kedua.

5.     Jumadaal-Ula[جامد].

Dulu di masa Jahiliyah, penamaan bulan Jumadal Ula juga dilatarbelakangi oleh musim yang terjadi pada bulan tersebut, yaitu musim dingin (syita). Jumada sendiri berasal dari kata jamada, yang berarti ‘beku’ sesuai dengan keadaan air yang beku di musim dingin (Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, jilid 3, hal. 130; dan al-Harawi, Tahdzib al-Lughah, jilid 10, hal. 358).

6.     Jumadaal-Tsaniyah[جامد].

Atau disebut juga Jumada al-Akhirah. Namanya mengikuti bulan sebelumnya dan menjadi pengakhiran musim sejuk dan dingin.

7. Rajab[رجب].

Dalam tradisi Arab, bulan Rajab adalah termasuk bulan yang haram bagi mereka untuk melakukan peperangan. Artinya, haram membunuh ketika itu. Sebutan lain untuk bulan ini adalah bulan asham yang berarti tuli, karena pada bulan ini tidak terdengar gencatan senjata sedikitpun untuk berperang, semua orang arab menyimpan peralatan perang mereka dan berdamai dengan musuh-musuh mereka. Maksudnya mereka memuliakan dirinya dan orang lain dengan tidak membunuhnya. Bersumber dari sai’id ruslan asy-syahry rajab (maktabah noor) halaman 8.

8. Sya’ban[شعب].

Asal katanya dari Sya’b yang berarti kelompok. Dinamakan begitu karena ketika masuk bulan Sya’ban, orang-orang Arab kembali ke kelompok (suku) mereka masing-masing, dan mereka berkelompok. Adapun kitab ‘Umdah al-Qari’ fii Syarh Shahih al-Bukhari’ karangan sejarawan Badaruddin al-Ayni, menjelaskan di balik penamaan Syaban dengan mengutip penjelasan Ibnu Duraid bahwa disebut Syaban karena saat itu banyak orang bepergian atau memisahkan dirinya untuk mencari air.

9. Ramadhan[رمض].

Berasal dari kata Ramadh [رمض] yang maknanya ialah panas yang menyengat atau membakar. Dinamakan seperti itu karena memang matahari pada bulan ini jauh lebih menyengat dibanding bulan-bulan lain. Panas yang dihasilkannya lebih tinggi dibanding yang lain.

10. Syawwal[ّشوال].

Ibnul ‘Allan asy Syafii mengatakan, “Penamaan bulan Syawal itu diambil dari kalimat Sya-lat al Ibil yang maknanya onta itu mengangkat atau menegakkan ekornya. Syawal dimaknai demikian, karena dulu orang-orang Arab menggantungkan alat-alat perang mereka, disebabkan sudah dekat dengan bulan-bulan haram, yaitu bulan larangan untuk berperang.” (Dalil al Falihin li Syarh Riyadh al Shalihin).

11.  Dzul-Qa’dah

Asal katanya dari Qa’ada [قعد] yang berarti duduk atau istirahat tidak beraktivitas. al- Biruni dalam salah satu karyanya “al-Atsar al-Baqiyah ‘anil Qurun al-Khaliyah“ menerangkan Dzulqadah orang Arab bahkan sebelum Islam, lebih banyak berdiam diri di rumah. Selain itu, di bulan Dzulqadah orang Arab lebih memilih “duduk” menahan diri dari peperangan. (al-Atsar al-Baqiyah, 69, 416) Dinamakan demikian karena memang bulan ini orang-orang Arab sedang duduk dan istirahat dari berperang

guna menyambut bulan haji, yaitu Dzul-hijjah. Bulan tersebut juga diharamkan berperang.

12.  Dzul-Hijjah

Sudah bisa dipahami dari katanya bahwa bulan ini adalah bulannya orang berhaji ke Mekkah. Dan memang sejak sebelum Islam datang, bangsa Arab sudah punya kebiasaan pergi haji dan melakukan thawaf di Ka’bah. (Tahdzibul Asma’, 4/156)

معنى رمضان ًبللغة العربية

كلمة رمضان أصلها الرمض. الرمض هو شدة احلر أو شدة حرارة الشمس على األرض أو الرمال. رمضان كان أييت يف أايم احلر. كلمة رمضان فيها معىن الشدة كما قال بعض أهل اللغة صوم رمضان فيه شدة )شدة اجلوع وشدة العطش( أو صعوبة. االستنتاج أصل كلمة رمضان هو الرمض مبعىن الشدة. اسم رمضان مل يكن مقتصرا على اإلسالم، فاالسم كان موجودا عند اجلاهلية، مسي شهر رمضان ألن الشهور اهلجرية كانت تسمي حسب ظروف كل شهر ووقتها. ومسي رمضان لشدة احلرارة يف هذا الوقت يف اجلزيرة العربية ألن الرمض هو شدة احلرارة اليت حترق األجساد. أضاف العلماء أن رمضان هو الشهر الذي حيرق فيه الذنوب وشهر العفو واملغفرة من هللا سبحانه وتعاىل. مجع كلمة رمضان رماضاانت، رماضنني، أرمضة، رماض، أراميض، رماضى و أرمضاء.

Secara morfologi asal kata lafadz Ramadhan dari ramida-yarmadu-ramadan termasuk dalam wazan tsulasi mujarrad, fiil yang terdiri dari 3 huruf asli. Wazan yang keempat ini yakni mengikuti wazan tasrif faila yafalu atau contoh lainnya alima ya’lamu. Tanda yang dimiliki wazan pada bab 4 ini adalah ain fiilnya dibaca kasrah ketika berbentuk fiil madhi dan dibaca fathah ketika berbentuk fiil mudhori’.

Menurut gramatikal Bahasa arab lafadz Ramadhan adalah contoh dari isim ghoir munshorif yang mengandung dua illat, yaitu alamiyah dan ziyadah alif dan nun. Disandarkan

pada  kalimat  berikutnya  maksudnya  adalah  dari  segi  ilmu  nahwu,  bahwa kata رمضان dimudofkan kepada kata هذه السنة sehingga ketentuan ismulladzi laa yansorif (isim yang tidak boleh bertanwin) yang jarnya dengan fathah berubah menjadi kasrah karena dimudofkan (disandarkan pada kalimat berikutnya).

*) Guru Bahasa Arab MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *