Menjadikan Ramadhan Sebagai Indikator Kebahagiaan

Oleh : Sirojul Munir, SH *)

Ramadhan sebagai bulan istimewa dalam islam, terdapat beberapa rahasia yang tiada habisnya untuk dikaji dan diambil sebuah pelajaran. Dalam bulan ini terjalin erat prinsip keislaman yang tidak akan terbaca dibulan sebelum atau sesudahnya. Sebabnya, acap kali kajian kajian tentang Ramadhan selalu terdapat hal baru dan istimewa untuk diambil faidah. Tiada lain, hal tersebut terlahir karena Refleksi kuat para cendekiawan muslim yang memiliki tangung jawab ilmiah akan penjelasan bulan istimewa tersebut.

Ramadhan tidak hanya sebagai bulan suci yang erat dengan berupa ibadah spiritual yang bedimensi Vertikal, namun dibulan ini juga memuat unsur sosial berdimensi Horizontal. Terbukti di bulan ini kegiatan – kegiatan sosial sangat marak seiring dengan maraknya pula kajian – kajian keagamaan. Tidak sedikit majlis – majlis ilmu yang juga menggerakan kegiatan sosial. Bahkan para donatur di bulan ini lebih tertarik menginfakkan hartanya dibanding bulan yang lain. Sehingga bisalah disimpulkan bulan Ramadhan adalah bulan suci yang menjadi momentum terbangunya kebahagiaan dan ketaqwaan sejati diantara umat islam.

Jika kita mengacu pada indikator kebahagiaan melalui badan pusat statistik (BPS) maka perekonomian menjadi indikator terkuat dalam persentasenya. Padahal, indikator tersebut di sebagian besar negara dunia sudah tidak menjadi perhitungan utama. Terbukti berdasarkan data dari WHO (World Health Organization) angka bunuh diri di dunia mencapai 8000 jiwa pertahun, dari sekian ribu tersebut terbanyak diduduki oleh negara maju yang sudah memiliki perekonomian kuat. Diantara negara tersebut adalah Korea Selatan, Jepang dan beberapa negara bagian Amerika dan Afrika. Penyebab bunuh diri mayoritas dikarenakan depresi, kurangnya kebahagiaan, bukan sepenuhnya karena ekonomi.

Bagi umat islam, Ramadhan menjadi indikator dan momen paling pas untuk memperoleh kebahagiaan. Hal ini terbukti dengan adanya ibadah – ibadah keagamaan yang nuansanya berbeda dengan bulan lainya.  Disamping itu bulan Ramadhan ini kuat juga kaitanya dengan silaturahmi sebagai implementasi dari ibadah sosial. Manakala kita pelajari lebih lanjut, kuatnya Ramadhan akan nuansa tersebut, tentu tiada lain terbangun karena dari ajaran ajaran islam yang memuliakannya. Sehingga kemudian, bulan ini terlihat tidak lagi sekedar mulia dalam sisi nash agama, bahkan pula dalam perspektif tradisi kemasyarakatan. Ramadhan tidak lagi sebagai ritual agama, lebih dari itu, sebagai tradisi masyarakat yang tidak bisa dipisahkan.

Oleh sebab itu tingginya frekuensi ibadah dibulan Ramadhan, semisal taraweh dimasjid, buka bersama, bagi bagi takjil, kajian kajian keagaman, ngabuburit, sebetulnya bukan sekedar keramaian. Disana juga terdapat suatu gesekan sosial harmonis antara setiap individual masyarakat yang tidak bisa dibandingkan harmonisasinya oleh kegiatan apapun. Dalam kegiatan itu tidak sekedar ritual dan ceremonial, didalamya juga terdapat pertemuan hati ke hati yang menyapa tatkala bertemu. Semakin seorang saling menyapa dan bersua apalagi dikuatkan dengan nuansa ibadah, jiwa dan pemahamanya semakin menyatu, dan keharmonisan semakin terjalin.

Bulan Ramadhan telah terbentuk sebagai bulan yang bernuansa harmonis. Sedari kuatnya bulan ramadhan ini dilihat indikator harmonisasi msyarakat bagi orang yang beriman akan sangat terasa berbedanya dibanding bulan yang lain. Didalam kitab Durrotun Nasihin terdapat sebuah penjelasan yang disandarkan pada nabi “Man Fariha Bidukhuli Ramadhana Haramallahu Jasadahu Alan Niron”, yang memiliki arti barang siapa yang berbahagia akan datangnya bulan Ramadhan maka Allah megharamkan jasadnya atas api Neraka.

Akan tetapi kebahagiaan di bulan Ramadhan tidak semua umat muslim akan merasakan. Keimanan dan ketaqwaan sangat berpengaruh atas hal tersebut Rosulullah bersabda “Man Qoma Romadhana Imanan Wahtisahan Ghufiro Lahu Matqoddama Min dzanbihi” Barang siapa menghidupkan bulan Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa yang telah berlalu. Barang kali hadist ini menjadi dasar motivasi umat muslim sehingga berbondong – bondong melakukan kebaikan. Demikian ini menunjukan betapa Ramadhan telah menjadi momentum istimewa dihati umat muslim. Ramadhan tidak sekedar tentang berpuasa akan tetapi tentang bulan berpestapora akan pahala.

Wallahu A’lamu binafsil Amri.

*) Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *