Di saat Ronda Malam di Pesantren

Karya: Sely Holiana S.*)

Bulan purnama bersinar cerah di atas sana. Kelap kelip bintang pun tak kalah saing dengan sinar rembulan. Pukul 01:00 WIB suasana di PPMU BAKID (Pondok Pesantren Miftahul Ulum Banyuputih Kidul Lumajang) diselimuti akan keheningan. Kini sebagian dari mereka sudah terlelap dan menuju alam mimpi.  Bagai mana tidak? Selama hampir satu hari full santri maupun ustadz di sana melakukan aktivitas yang ditentukan pesantren. Namun masih ada yang harus begadang untuk menjaga keamanan pesantren. Atau bisa di sebut dengan kontroling pesantren.

            Tiga santri yang mungkin mendapat bagian untuk kontroling pesantren kala itu. Mereka berjalan beriringan mengelilingi kawasan pesantren bagian putri untuk memastikan keamanan sekitar. Obrolan ringan mereka lemparkan satu sama lain tuk menepis rasa kantuk yang mulai menghampiri.

         “ Fikri! “

       “ Apah beih, San “ (Ada apa San)? sahut salah satu dari mereka yang merasa dipanggil.

       “ Engkok endik pantun “ jawab yang agak pendek. (Aku Punya Pantun)

       “ dek remmah jiah San “ sahut Fikri menanggapi hasan. ( bagaimana pantunnya San? )

       “ Ikan Hiu Ngakan Tarnyak “ ucap hasan memulai pantunnya

       “ cakepppppp!!!!!!!…” sahut mereka serempak

       “ kamu nanyakkkkk….” Jawab Hasan heboh

        Tawa mereka mengisi keheningan malam. Candaan demi candaan mereka lemparkan demi mengisi kekosongan malam. Hingga akhirnya suara benda jatuh menghentikan tawa mereka.

              Brakkkkkkk……..

        Sorot mata mereka tertuju pada asal suara. Kini, semak semak menyita tatapan mereka. Asumsi-asumsi negatif sudah bersarang dalam benak mereka. Hasan menyenggol bahu Upit supaya maju ke depan untuk mengecek benda apa yang jatuh. Karena Upit memiliki badan lebih besar.

        Upit menelan ludah dengan susah payah. Walaupun ia memiliki tubuh gempal, itu tak mengurangi sama sekali rasa takutnya. Dengan pasrah, Upit memberanikan diri tuk maju dan mengeceknya. Saat Upit tahu benda apa yang jatuh, ia ingin lari dari sana seorang diri dan membawa benda itu untuk dirinya sendiri. Namun, itu hanya pemikiran sesaat yang berlabuh di benaknya. Karena pada dasarnya, sifat seperti itu bukan sifat yang dimiliki oleh santri. Dengan prasaan bahagia yang telah menggantikan posisi takut yang hilang entah kemana, Upit menggambil benda itu dan membawanya untuk diperlihatkan pada temannya yang lain.

       “ Apah jeh, Pit. se geger? “ (Apa yang jatuh itu Pit) tanya Hasan yang kini masih diselimuti rasa takut.

      “ huuuuu…. Tako’an be’en, San” (Huuu Kamu Penakut Sana). “Yak reh duggen se gegger “ (Ini kelapa muda yang jatuh)” tutur Upit mengejek Hasan sembari mengankat tiga biji kelapa muda.

       “ Be’en gik buruh padeh takok “ elak Hasan tak terima.

       “ Berarti tang rejekkeh reh…. Jek enggkok se nemmuh “ bangga Upit pada diri sendiri

      “ yehh…kembulih cong… “ (Ya Harus bersama bro) sahut Fikri tak terima. Dan malam itu, berakhir lah mereka kontroling ditemani tiga biji kelapa muda yang segar.

*) Siswi Kelas 9 MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *