Oleh: Husen, S.Pd.I *)
Hari Jum’at memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Hari keenam dalam seminggu ini dikenal sebagai sayyidul ayyam (pemimpin hari-hari). Dalam sejarah Islam, hari ini menjadi sangat penting sejak masa Nabi Muhammad ﷺ.
Sebelum Islam datang, hari keenam ini di masa Jahiliah dikenal dengan Yawm al-‘Arubah (Hari Arubah). Secara bahasa, “Arubah” berasal dari akar kata Arab yang berarti “berkumpul” atau “menyambung,” yang mencerminkan tradisi masyarakat saat itu untuk berkumpul bersama.
Di masa jahiliah tersebut hari Arubah tidak memiliki arti dan makna religius dan bernilai ibadah. Hari Arubah lebih bersifat sebagai hari yang dimanfaatkan untuk kegiatan duniawi atau urusan komunitas, tanpa ada ritual ibadah tertentu. Bahkan hari Arubah dijadikan sebagai hari untuk memamerkan kekayaan, kesaktian, matra dan kekuatan serta kebanggaan dan kesombongan lainnya. Sehingga yang tampak adalah ketimpangan sosial dan ekonomi yang menganga. Tak ada istilah berbagi dan saling membantu satu sama lain.
Ketika Islam datang ke Jazirah Arab, Allah menjadikan hari Arubah sebagai hari Jumat (Yawm al-Jumu’ah), yang berarti “hari berkumpul.” Hari ini diberi nilai religius dan dijadikan hari ibadah khusus bagi umat Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al-Jumu’ah: 9).
Tradisi berkumpul inilah yang kemudian diambil dan diberi nilai spiritual oleh Islam setelah diutusnya Nabi Muhammad ﷺ. Namun demikian, hari Jum’at tidak hanya sekedar berkumpul dalam urusan duniawi seperti pada tradisi di zaman jahiliah. Hari Jum’at dalam pandangan Islam adalah hari untuk membangun persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam, membangun kekompakan dan kebersamaan, membangun keadilan dan ekonomi kerakyatan, serta membangun keharmonisan dan keguyuban antara ummat Islam. Hari Jum’at dalam Islam adalah momentum mingguan bagi ummat Islam melakukan sharing dan tranformasi informasi dan ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial dan budaya.
Terlebih pada hari Jum’at, terdapat perintah ibadah khusus bagi ummat Islam laki-laki untuk melakukan ibadah shalat Jum’at sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dalam surah yang diberinamaSurat al-Jumu’ah (Jumat).
Nabi Muhammad ﷺ menjadikan hari Jumat sebagai hari suci umat Islam, berbeda dengan umat Yahudi (hari Sabat/Sabtu) dan Nasrani (Minggu). Rasulullah ﷺ bersabda:
نَحْنُ الْآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا، ثُمَّ هَذَا يَوْمُهُمُ الَّذِي فُرِضَ عَلَيْهِمْ، فَاخْتَلَفُوا فِيهِ، فَهَدَانَا اللَّهُ، فَالنَّاسُ لَنَا فِيهِ تَبَعٌ، الْيَهُودُ غَدًا، وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ.
“Kita (umat Islam) adalah orang-orang terakhir (yang datang di dunia), tetapi yang pertama di hari kiamat, dan kita yang pertama mendapatkan keputusan sebelum umat lainnya. Mereka diberi Kitab sebelum kita, dan kita diberi setelah mereka. Lalu hari ini (Jumat) adalah hari yang diwajibkan bagi mereka, tetapi mereka berselisih tentangnya, maka Allah memberi kita petunjuk tentang hari itu.” (HR. Bukhari).
Perubahan nama dan fungsi hari Jumat memberikan pelajaran penting bahwa Islam datang untuk menyempurnakan tradisi yang sudah ada dengan makna spiritual dan nilai ibadah. Dari sekadar hari sosial, hari berbangga dan kesombongan hari Jumat menjadi hari penuh keberkahan, doa, dan ibadah.
Hari Arubah adalah bukti bahwa Islam tidak menghapus sepenuhnya tradisi lama, tetapi menyempurnakan maknanya agar sesuai dengan syariat Allah.
__________________________
Rujukan :
- Tafsir Jami’ul Bayan At-Thabary
- Nailul Awthar Asy-Syaukany
- Irsyadus Sari Al-Qasthalany
- Fathul Bari Ibnu Hajar Al-Asqalany
*) Waka. Kurikulum MTs Miftahul Ulum 2 Bakid