Oleh : Abdul Halim *)
Media sosial atau yang lebih dikenal medsos memang memberi dampak positif untuk kehidupan masyarakat. Transaksi jual beli menjadi lebih mudah, berkomunikasi jarak jauh bisa bertatapan seakan di depan mata, ngaji bisa melalui live streaming dan lain sebagainya. Tapi kaedah لكل شيئ حكمة، لكل شيئ فتنة (setiap sesuatu pasti memiliki dua sisi, sisi baik dan sisi buruk) tidak bisa dipungkiri. Besarnya manfaat medsos ini tidak bisa memungkiri bahwa medsos tetap memiliki sisi buruk di tangan yang salah.
Lihat saja dewasa ini dapat kita rasakan bahwa siapa saja bisa berstatement tentang apa saja dan kapan saja tanpa batas waktu. Tidak seperti dahulu yang harus pergi ke forum diskusi, seminar, sekolah, atau bahkan ke warung kopi atau halaman-halaman rumah seperti dahulu saat sebelum medsos menguasai. Sekarang setiap manusia leluasa menulis dan berbicara apa saja di medsos terkait beragam permasalahan yang terjadi sehingga hal ini dapat memicu perdebatan yang tidak kunjung usai.
Imam al-Ghazali sendiri sebenarnya sudah memberikan arahan, beliau berkata:
لو سكت من لا يدرى لقلّ الخلاف بين الخلق
Artinya: Seandainya orang yang tidak memiliki ilmu (yang menjadi aspek bidangnya) diam, maka tentu dapat meminimalkan perbedaan di antara manusia.
Namun apalah daya setiap manusia ingin tampil anggun menawan, baik dalam pakaian maupun perkataan. Parahnya, seorang spesialis ilmu yang mengerahkan hidupnya untuk ilmu pun tetap disanggah oleh awam yang merasa benar sendiri dengan pendapat yang bercampur ego tersebut. Sialnya mereka pun menganggap pendapatnya sendiri yang benar dan berani menyalahkan spesialis ilmu yang hari-harinya diisi dengan belajar.
Baca Juga :
PAMER KEBAIKAN DI MEDIA SOSIAL DALAM AL-QUR’AN
Hampir selaras dengan yang telah disebutkan dalam al-Quran surat al-Hajj ayat 3:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُجَٰدِلُ فِى ٱللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَٰنٍ مَّرِيدٍ.
Artinya: “Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap syaitan yang jahat.”
Dalam tafsir al-Qurthubi memang dijelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Nadhr bin al-Harits yang menentang bahwa mustahil Allah swt bisa menghidupkan orang yang telah mati. Nadhr menentang keras tanpa adanya dasar ilmu dan mengikuti setan yang selaras dengan egonya terkait hal tersebut. Kurang lebih seperti itu kejadian dewasa ini. Berpendapat tanpa ilmu, mempertahankan ego, lalu meskipun dusta disampaikan sehingga menjadi teman setan.
Keterbukaan medsos membuat munculnya orang-orang semacam Nadhr bin al-Harits ini semakin merumput. Semua orang bisa menentang dan mengecam siapa saja yang tidak sesuai dengan pendapat pribadinya. Bahkan terkadang yang dijadikan argumen hanyalah sebuah tulisan Facebook, video yang terpotong dll. yang belum bisa dijadikan bukti valid. Namun anehnya masih saja ada yang meyakini setiap yang beredar adalah data valid. Padahal kita sama-sama tahu, bahwa sebuah berita itu bisa saja berupa hoax dan fakta.
Terkait orang semacam ini Nabi Muhammad saw. bersabda:
كفى بالمرء كذبا، أن يحدث بكل ما سمع.
“Cukuplah menjadi bukti bahwa orang itu penyebar hoax apabila dia mengatakan setiap apa yang ia dengar”.
Cakupan hadits ini bukan hanya dalam lingkup pendengaran dan perkataan saja, melainkan juga mencakup terhadap menyebarkan atau menyakini setiap apa yang dibaca. Hadits ini adalah wanti-wanti kepada kita supaya tidak mudah percaya terhadap sebuah berita. Meninjau istilah Syaikhana: Saring dulu baru Sharing. Dari sini kita ketahui, demi meminimalisir kegaduhan-kegaduhan terkait segala peristiwa yang terjadi, maka kita perlu untuk berkontribusi dengan diam tidak berkomentar terkait segala persoalan jika tidak mengetahuinya. Seperti perkataan al-Ghazali yang telah disebutkan di atas.
Akhir kata, pasrahkan segala sesuatu terhadap ahlinya.
فسألوا أهل الذكر ان كنتم لا تعلمون.
Ayat ini juga menjadi dalil wajibnya taqlid (ikut ulama) jika memang belum sampai taraf mujtahid. Sehingga kita manut saja kepada sikap para ahli dalam segala persoalan yang ada. Jika dalam masalah penyakit taqlid kepada dokter, masalah sains ikut ahlinya, dan masalah agama ikut ulama. Masing-masing ada porsinya. Pakar di satu ilmu bisa saja awam di ilmu lain. Awam di satu ilmu bisa saja pakar di ilmu lain. Wallahu A’lam.
*) Pembina Eskul Literasi MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid
One Reply to “Tips Mudah Mengabdikan Diri untuk Negeri”