logo_mts192
0%
Loading ...

Dalil Amaliah Aswaja : Tahlilan

Dalil Amaliah Aswaja : Tahlilan

Oleh : Fathur Rahman, S.Pd.I *)

Tahlilan adalah tradisi keagamaan yang umum dilakukan oleh masyarakat Muslim di Indonesia, terutama di Jawa. Tradisi ini melibatkan pembacaan kalimat-kalimat thayyibah, khususnya kalimat “La ilaha illallah” (Tidak ada Tuhan selain Allah), serta doa-doa dan zikir lainnya.

Namun tradisi tahlilan yang sudah membumi di bumi Nusantara tidak lepas dari perdebatan dan pro kontar di kalangan umat Islam. Sebagian kelompok menganggap tahlilan sebagai sesuatu yang bid’ah (inovasi dalam beragama yang tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW) dan karena sebagai warisan tradisi agama pra-Islam di Jawa, yaitu Budha dan Hindu, sehingga mereka menghukumi praktek tahlilan hukumnya haram dilakukan karena menyerupai dengan tradisi agama lain.

Sementara kolompok yang lain melihatnya sebagai bagian dari budaya lokal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Secara umum, tahlilan merupakan bentuk ekspresi keagamaan dan budaya yang telah mengakar di masyarakat Indonesia, mencerminkan harmoni antara ajaran Islam dan tradisi lokal.

Sebagai umat Islam, kita selalu berpegang pada Al-Qur’an dan hadis sebagai sumber utama ajaran Islam. Terkait dengan tahlilan, meskipun tidak ada dalil yang secara eksplisit menyebutkan tentang praktik tahlilan dalam bentuknya yang spesifik, tetapi ada beberapa prinsip dalam Al-Qur’an dan hadis yang memberikan landasan kuat untuk mengadakan kegiatan doa bagi orang yang telah meninggal.

  • Dalil Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menganjurkan untuk mendoakan orang-orang beriman yang telah meninggal. Salah satunya terdapat dalam surat Al-Hasyr ayat 10:

وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ 

Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar) berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami serta saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr : 10)

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam telah menganjurkan ummat Islam untuk mendoakan orang-orang yang telah meninggal dunia yang telah mendahului kita. Sudah barang tentu praktik tahlilan yang telah mentradisi di masyarakat Indonesia merupakan salah satu bentuk pelaksaanaan ayat di atas. Ayat di atas juga sangat relevan dengan tradisi tahlilan karena ayat di atas dalam bentuk jama’ yang artinya mendoakan mayyit dilakukan secara berjamaah tidak dilakukan sendirian.

  • Dalil Hadits

Salah satu hadis yang menjadi dalil kesunnahan membaca tahlil dan dzikir adalah hadis berikut:

خَرَجْنا مع رسولِ اللهِ صلّى اللهُ عليه وسَلَّم يومًا إلى سَعدِ بنِ مُعاذٍ حينَ تُوفِّيَ، قال: فلمّا صلّى عليه رسولُ اللهِ صلّى اللهُ عليه وسَلَّم ووُضِعَ في قَبرِه وسُوِّيَ عليه، سَبَّحَ رسولُ اللهِ صلّى اللهُ عليه وسَلَّم، فسَبَّحْنا طَويلًا، ثُمَّ كَبَّرَ فكَبَّرْنا، فقيل: يا رسولَ اللهِ، لِمَ سَبَّحتَ؟ ثُمَّ كَبَّرتَ؟ قال: لقد تَضايَقَ على هذا العَبدِ الصالِحِ قَبرُهُ حتى فرَّجَه اللهُ عنه. (رواه أحمد)

Kami pernah keluar bersama Rasulullah ﷺ pada suatu hari menuju Sa’d bin Mu’adz ketika ia wafat. Setelah Rasulullah ﷺ menshalatinya dan jenazahnya diletakkan di dalam kuburnya serta diratakan tanah di atasnya, Rasulullah ﷺ bertasbih, maka kami pun ikut bertasbih cukup lama. Kemudian beliau bertakbir, maka kami pun ikut bertakbir. Lalu seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau bertasbih, kemudian bertakbir?” Beliau ﷺ bersabda, “Sesungguhnya kubur ini telah menyempit bagi hamba yang saleh ini hingga Allah melapangkannya untuknya.” (HR. Ahmad bin Hambal)

Hadits tersebut menceritakan tentang peristiwa ketika Rasulullah ﷺ dan para sahabat menghadiri pemakaman Sa’ad bin Mu’adz. Setelah jenazah Sa’ad dimakamkan, Rasulullah ﷺ bertasbih (mengucapkan “Subhanallah”) dan bertakbir (mengucapkan “Allahu Akbar”). Para sahabat mengikuti beliau dengan melakukan hal yang sama. Ketika ditanya alasan beliau melakukan hal tersebut, Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa kubur Sa’ad sempit, lalu Allah melapangkannya setelah beliau bertasbih dan bertakbir.

Dalam hadits, Rasulullah ﷺ dan para sahabat bertasbih dan bertakbir setelah pemakaman. Ini sangat sesuai dengan tahlilan yang juga melibatkan pembacaan kalimat thayyibah seperti tasbih, tahmid, dan takbir. Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa tasbih dan takbir yang beliau lakukan membantu meringankan kesempitan kubur Sa’ad bin Mu’adz. Hal ini menunjukkan bahwa doa dan dzikir yang dilakukan oleh orang hidup dapat memberikan manfaat bagi orang yang telah meninggal. Tahlilan juga bertujuan untuk mendoakan mayit agar mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah. Dalam hadits, para sahabat mengikuti Rasulullah ﷺ dalam bertasbih dan bertakbir. Ini menunjukkan kebersamaan dalam berdzikir, yang juga menjadi ciri khas tahlilan, di mana masyarakat berkumpul untuk bersama-sama mendoakan mayit.

Berdasarkan hadits tersebut, dapat disimpulkan bahwa praktik berdzikir dan mendoakan mayit memiliki dasar dalam sunnah Rasulullah ﷺ. Tahlilan, sebagai bentuk dzikir dan doa bersama untuk mayit, dapat dilihat sebagai pengembangan dari praktik yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabat. Namun, penting untuk menjaga agar praktik tahlilan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat dan tidak mengandung unsur bid’ah yang menyimpang.

*) Guru MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid

Share the Post:

Join Our Newsletter