Oleh : M. Hasyim As’ari, SH *)
Indonesia memiliki istilah sendiri untuk menjelaskan kebudayaan mewarnai pakaian, yaitu berupa batik. Secara etimologi, kata “batik” berasal dari bahasa Jawa, yaitu “ngembat” atau melempar berkali-kali dan “tik” atau membuat titik. Jadi, secara harfiah dapat diartikan membuat titik (membuat gambar) pada lembaran atau helaian kain.
Awal mulanya Kain batik berkembang di lingkungan kerajaan keraton. Pola dan ragam hiasnya kental pengaruh Hindu dan Islam. Batik tulis dikenakan sebagai busana raja dan keluarganya, dengan motif yang berbeda. Masyarakat luas yang sebelumnya mengenakan kain lurik yang ditenun, mulai mengenakan kain batik dengan pola ragam hias yang berbeda. Kain batik ini kemudian dikenal dengan sebutan batik sudagaran.
Baca juga :
BATIK INDONESIA UNTUK DUNIA (MEMPERINGATI HARI BATIK NASIONAL & INTERNASIONAL 2021)
Seiring waktu, pembuatan batik menjalar keluar lingkungan keraton. Kegiatan membatik di luar keraton dikelola para pengusaha atau saudagar batik. Mereka memodifikasi gaya klasik dengan keterampilan mereka masing-masing. Batik rupanya menarik hati para perempuan. Bukan hanya mengenakannya sebagai busana sehari-hari, mereka juga membuat batik sendiri yang kemudian dikenal sebagai batik Belanda.
Pembuatan batik berkembang pesar setelah masuknya orang Tionghoa. Produksi batik Belanda maupun Tionghoa terpusat di kota-kota pesisir Jawa dan madura. Corak dan motif batik kian berkembang. Pemakaiannya pun kian meluas dipakai semua kalangan.
Teknik baru dalam membatik muncul pada pertengahan abad ke-19, yaitu cap, alat dari tembaga atau besi yang dibentuk berdasarkan motif yang dikehendaki. Ia digunakan untuk mencapkan malam dengan cara menekannya pada kain. Penerapan cap membantu mempercepat proses pembatikan. Harga jual kain batik pun jadi terjangkau masyarakat luas dan bisa digunakan untuk pakaian sehari-hari.
Jauh sebelum ditemukan teknologi batik cap atau batik print di era modern ini. Kegiatan membatik dilakukan untuk mencari penghasilan tambahan, sambil berupaya untuk mempertahankan kebudayaan yang dianggap memiliki nilai klasik tersebut. Serat Centhini menggambarkan cara perempuan Jawa membatik; menuliskannya dengan canting yang diisi cairan lilin panas (malam), yang hingga kini dikenal dengan istilah batik tulis.
Teknik batik tulis memiliki beberapa tahapan. Dimulai dengan membuat pola di atas kain yang akan dibatik. Pola yang sudah terbentuk kemudian ditulis dengan menggunakan canting. Tahap ini disebut dengan klowongan. Setelah pola batik berubah menjadi klowongan, pola tersebut lalu diarsir. Tahap ini disebut dengan isen-isen. Setelahnya, diisi warna penuh, yang dinamakan tahap nembok. Kain yang sudah dibatik lalu direndam pada air sudah diberi pewarna untuk memberi kesan warna sesuai yang diinginkan. Proses pewarnaan batik dahulu, masih menggunakan bahan-bahan alami yang bersumber dari dedaunan, batang, hingga akar dari berbagai jenis tanaman, seperti pohon nila, pohon soga tingi, kayu tegeran, kunyit, kesemumba, dan akar mengkudu. Seiring waktu, proses pewarnaan batik juga menggunakan pewarna kimia. Meski demikian, masih banyak sentra industri batik yang menggunakan pewarna alami untuk menjaga kualitas kain batik yang dihasilkan.
Dalam merawat khazanah budaya bangsa yang berakar dari tradisi masyarakat, Presiden Sukarno mendorong penciptaan batik gaya baru yang bersifat nasional dan melambangkan persatuan. Batik baru ini, yang popular dengan nama “batik Indonesia”, menyatukan desain pola ragam hias batik keraton dan pesisir. Batik Indonesia juga sering disebut sebagai “batik modern”.
Kain batik meraih popularitas pada 1970-an hingga meluas dibeberapa wilayah khususnya di wilayah Lumajang bahkan disemua instansi pemerintah, instansi pendidikan, perbankan dan lain-lain menetapkan batik sebagai pakaian resmi untuk dikenakan. Kerena Kota Lumajang merupakan daerah yang juga banyak pengrajin batik kreatif yang dapat melahirkan batik-batik baik untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Perkembangan industri batik di Indonesia yang pesat secara tidak langsung memperkaya motif batik Nusantara. Meski harus bersaing dengan batik-batik impor yang harganya lebih murah, batik Nusantara masih memiliki penggemar setianya. Motif batik Nusantara tidak hanya kaya dalam segi jumlah, tapi juga kaya akan makna filosofis yang melingkupinya. Tidak salah jika UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya Indonesia untuk dunia pada 2 Oktober 1999.
*) Guru MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid