Oleh: Muhammad Hadi Hidayah Purnomo, S.Pd.*)
Peringatan Hari Pendidikan Nasional yang digelar setiap tanggal 2 Mei seyogyanya bukan hanya sekadar seremoni tahunan yang tidak bermain. Hardiknas sepatutnya dijadikan momentum strategis untuk mengevaluasi arah dan tujuan pendidikan bangsa secara komprehensif untuk menuju pendidikan yang lebih baik, lebih maju dan lebih berkualitas.
Sejarah telah mencatat dinamika dan perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia dari masa ke masa. Perubahan kurikulumtersebut mencerminkan dinamika sosial, politik, dan kebutuhan zaman. Bahkan tak jarang banyak yang juga yang memandang kebijakan perubahan tersebut lebih banyak ke ranah proyek politik, setiap ganti menteri maka ganti kurikulum. Kurikulum-kurikulum yang pernah diterapkan meliputi Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 1999, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, Kurikulum 2013, dan yang terbaru Kurikulum Merdeka
Terlepas dari pro kontra tentang kebijakan dalam perubahan kurikulum di atas, pendidikan Islam memiliki kontribusi konseptual yang mendalam—yang salah satunya dapat digali melalui perenungan terhadap lima ayat pertama Surat Al-Alaq. Ayat-ayat tersebut merupakan wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW, dan secara substansial mengandung prinsip-prinsip dasar dan menjadi pondasi pendidikan yang masih relevan hingga hari ini.
Baca Juga
Reorientasi pendidikan Islam berarti mengembalikan dan menyesuaikan kembali arah pendidikan agar berpijak pada nilai-nilai wahyu, bukan semata-mata pada target duniawi. Dalam hal ini, Surat Al-Alaq 1–5 menjadi titik tolak yang sangat kuat untuk menafsirkan ulang hakikat pendidikan: sebagai proses spiritual-intelektual yang mendorong pembebasan manusia dari kebodohan, sekaligus meneguhkan tanggung jawab etis dan moral dalam membangun peradaban.
Mari kita bahas dan kita renungkan surat Al-Alaq tersebut di atas mulai ayat 1 sampai ayat 5.
Ayat pertama dan kedua
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ – خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan. (1) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (2)
Ayat mengajarkan bahwa pendidikan bukanlah aktivitas yang netral nilai. Membaca dan belajar harus dilakukan dalam kesadaran spiritual dan dalam bingkai dimensi ketuhanan, yaitu “dengan nama Tuhan”. Artinya, pendidikan dalam Islam bukan sekadar proses kognitif, bukan hanya transfer of knowledge tmelainkan jalan menuju kesadaran ilahiyah. Ini menjadi kritik terhadap model pendidikan modern yang terkadang terlalu menekankan aspek materialistik dan abai terhadap dimensi etika dan spiritualitas serta aspek teologis.
Ayat ketiga dan keempat
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ – الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia.- Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat ini menunjukkan bahwa membaca dan belajar tidak cukup satu kali tetapi harus diulang-ulang. Karenanya Allah mengulang perintah Iqra’ dalam ayat ketiga . Dengan membaca dan belajar berulang-ulang secara kontinyu dan konsisten, maka Allah memgenalkan dirinya dengan sifat bahwa Tuhan itu Maha Pemurah. Dengan kata lain, siapapun yang tekun dan rajin membaca dan belajar, maka dapat dikatakan Allah akan memberikan kemurahan dan kemuliaan kepada siapa pun yang bersungguh-sungguh dan istiqamah membaca dan belajar ilmu pengetahuan.
Dalam ayat keempat, Allah menjelaskan bahwa Dia mengajar manusia dengan perantaraan pena. Pena, dalam konteks pendidikan kontemporer, dapat dimaknai sebagai simbol teknologi, ilmu pengetahuan, dan media informasi. Maka, reorientasi pendidikan Islam mengharuskan literasi—baik literasi baca tulis, sains, maupun digital—menjadi bagian integral dalam proses pembelajaran, dengan tetap menempatkan nilai dan moral sebagai landasannya.
Ayat kelima, “‘Allama al-insāna mā lam ya‘lam”,
عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya
Ayat ini menjadi dasar filosofis bahwa manusia adalah makhluk pembelajar. Pendidikan adalah proses progresif yang terus-menerus, menjembatani manusia dari ketidaktahuan menuju pemahaman. Dalam dunia modern yang terus berubah, semangat ayat ini relevan untuk mendorong inovasi, riset, dan pengembangan ilmu pengetahuan yang tidak sekadar mengejar kemajuan teknologi, tetapi juga kemaslahatan umat manusia.
Relevansi dengan Pendidikan Modern dan Literasi Digital
Nilai-nilai dalam Surat Al-Alaq sangat sejalan dengan tuntutan pendidikan abad ke-21. Perintah membaca (iqra’) bukan hanya literasi tekstual, tetapi juga keterampilan memahami dan menyaring informasi di tengah banjir data digital. Pendidikan Islam yang berorientasi pada maqāṣid syarī‘ah (tujuan-tujuan syariat) harus mampu melahirkan generasi yang melek sains dan digital, tetapi tetap membumi dalam nilai-nilai spiritual dan etika.
“Bil qalam” hari ini bisa berarti pena digital, perangkat lunak edukatif, internet, dan berbagai media pembelajaran daring. Pendidikan Islam tidak boleh tertinggal dalam memanfaatkan teknologi, tetapi justru harus mampu memberi arah agar pemanfaatannya berkontribusi pada keadaban, bukan justru menjerumuskan pada degradasi moral.
Dengan pemahaman ini, reorientasi pendidikan Islam bukan berarti menolak modernitas, tetapi menuntut penyelarasan antara kemajuan ilmu pengetahuan dengan misi spiritual manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi.
Ala kulli hal
Surat Al-Alaq ayat 1–5 memberi landasan kokoh bagi reorientasi pendidikan Islam di era modern. Pendidikan harus kembali dipahami sebagai ibadah, sebagai proses membentuk manusia seutuhnya—beriman, berilmu, ber-akhakul Karimah dan bertanggung jawab. Dalam konteks Hari Pendidikan Nasional, inilah saatnya kita merenung dan bergerak: membangun sistem pendidikan yang tidak hanya mencetak insan cerdas, tetapi juga bermoral, inovatif, dan peduli terhadap kemaslahatan umat.
Dengan menjadikan wahyu pertama sebagai titik tolak, kita diajak untuk tidak sekadar mendidik demi capaian duniawi, tetapi untuk membangun peradaban yang berakar pada nilai ilahi dan bertumbuh dalam semangat zaman.
*) Guru PPKN MTs Miftahul Ulum 2 Bakid