Oleh: Abdul Hamid, M.Pd *)
Ketupat merupakan menu tradisional kuas Indonesia yang dihidangkan pada moment hari Idul Fitri. Perayaan hari raya Idul Fitri terasa kurang lengkap dan terasa hambar tanpa ketupat dan opor ayam.
Namun demikian ketupat bukan sekadar makanan khas yang hadir saat Lebaran. Di balik bentuk anyamannya yang khas dan rasa gurih nasi yang terbungkus janur, ketupat menyimpan makna filosofis dan nilai sejarah yang mendalam. Ia bukan hanya suguhan di meja makan, tapi juga simbol spiritual, budaya, dan sosial yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Asal-Usul Ketupat dan Pencetusnya
Tradisi ketupat mulai dikenal luas sejak masa penyebaran Islam di Nusantara, khususnya pada abad ke-15 hingga 16. Salah satu tokoh penting yang memperkenalkan ketupat sebagai simbol keagamaan dan budaya adalah Sunan Kalijaga, anggota Wali Songo yang terkenal dengan pendekatan dakwahnya yang kental dengan kearifan lokal.
Sunan Kalijaga menciptakan tradisi Lebaran Ketupat, yang dirayakan tujuh hari setelah Idulfitri (8 Syawal). Lewat ketupat, ia menyampaikan pesan-pesan moral dan spiritual dengan cara yang dekat dengan masyarakat Jawa kala itu. Tradisi ini kemudian menyebar ke berbagai daerah di Indonesia dan Asia Tenggara, menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan hari kemenangan umat Islam.
Filosofi Ketupat: Simbol Kesucian dan Pengampunan
Ketupat menyimpan berbagai makna simbolis yang kaya. Berikut adalah beberapa filosofi yang melekat pada ketupat:
- Saling Memaafkan
Kata “ketupat” sering dikaitkan dengan istilah Jawa “laku papat”, yakni empat laku spiritual: lebaran, luberan, lebaran, dan laburan. Maknanya berkaitan erat dengan Idulfitri sebagai momen saling memaafkan dan kembali ke fitrah. - Bentuk Anyaman yang Rumit
Anyaman janur yang membungkus ketupat melambangkan rumitnya kehidupan manusia, penuh kesalahan dan liku-liku. Namun saat dibuka, terlihat nasi putih yang lembut dan padat, mencerminkan hati yang bersih dan jiwa yang suci setelah menjalani Ramadan. - Janur: Cahaya dan Kesucian
Daun janur, bahan utama pembungkus ketupat, berasal dari kata “ja” (jadi) dan “nur” (cahaya) dalam bahasa Jawa. Artinya: lahirnya cahaya baru atau kesucian jiwa. Ketupat pun menjadi simbol spiritual yang menyatu dengan tradisi. - Simbol Kebersamaan
Ketupat biasanya dimasak dan disantap bersama keluarga besar, tetangga, bahkan dibagikan secara massal. Ini menunjukkan nilai kebersamaan, solidaritas, dan persaudaraan yang tinggi dalam masyarakat Indonesia.
___________
Lebaran Ketupat: Perayaan yang Penuh Arti
Berbeda dari hari raya Idulfitri pada 1 Syawal, Lebaran Ketupat dirayakan pada 8 Syawal sebagai penutup dari puasa sunah enam hari setelah Ramadan. Tradisi ini menjadi momen berkumpul bersama keluarga, saling bersilaturahmi, dan tentu saja menikmati sajian ketupat lengkap dengan lauk khas seperti opor ayam, rendang, dan sambal goreng.
Ketupat bukan hanya soal rasa, tapi juga tentang makna. Ia mengajarkan kita tentang kesederhanaan, pengampunan, dan pentingnya menjaga hubungan dengan sesama. Dari janur yang dianyam dengan sabar hingga nasi putih yang tersembunyi di dalamnya, ketupat adalah simbol perjalanan spiritual dan sosial yang pantas direnungkan setiap kali kita menyantapnya.
________________
Referensi
- Atik, Siti. (2009). Simbol dan Makna dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Ombak.
- Sartini. (2009). Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa sebagai Alternatif Pendidikan Karakter. Jurnal Filsafat, 19(2), 111–123
- Muhaimin, A.G. (2004). Islam dalam Bingkai Budaya Lokal: Potret dari Cirebon. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
________________
*) Guru IPS MTs Miftahul Ulum 2 Bakid