Perjuangan segenap bangsa dalam meraih kemerdekaan tidak memakan waktu yang sekejap, ada banyak pertempuran terjadi dalam beberapa fase yang bertahap dan panjang. Salah satu motor perjuangan bangsa ini adalah pesantren-pesantren yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Peranan pesantren yang khas yaitu konsistensi, hal ini merupakan pembeda dari gerakan-gerakan perlawanan lainnya.
Banyak hal dari kultur pesantren yang membawa dampak berarti ketika perjuangan tersebut berlangsung, misalnya saja: Kebiasaan santri patuh terhadap perintah ulama (seseorang yang dianggap mempunyai ilmu pengetahuan – Seorang Guru), implikasinya ketika para santri di medan tempur kehilangan pemimpin lantas dihadapkan pada situasi yang mengharuskan menunggu sebuah perintah maka dengan sigap tanpa banyak berdebat mereka akan memilih seseorang diantara mereka yang lebih mampu dan cakap dalam memimpin pertempuran saat itu juga. Efisiensi dan efektifitas perjuangan pesantren ditunjukkan tidak hanya di pertempuran adu senjata, pertempuran di meja-meja perundingan pun banyak para ulama dan para santri ikut terlibat. Konsistensi pesantren dalam menciptakan pribadi-pribadi akhlakul kharimah melalui madrasah berjenjang mampu menjawab tantangan segala fase perjuangan.
Selepas proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, para tokoh nasional kembali berdiskusi mencari dasar negara yang ideal bagi seluruh rakyat Indonesia. Kembali para ulama ikut andil dalam perumusan tersebut, dengan “menawarkan” Piagam Djakarta sebagai contoh bagaimana seharusnya sebuah format dasar negara. Adu argumen dan gagasan mewarnai perumusan dasar negara yang melibatkan banyak kalangan tokoh nasional dengan berbagai latar belakang sosial-budaya tak menyurutkan semangat perwakilan pesantren-pesantren (para ulama dan santri) untuk ikut pula menyumbangkan ide gagasan. Setelah diskusi panjang kemudian disepakati lima butir dasar negara yang kita kenal sebagai Pancasila, dua sila di dalamnya merupakan buah pikiran ulama dan santri yang ikut hadir dalam sidang tersebut. Sila-sila dimaksud, yaitu: Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradap; Dan sila kelima, kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila sebagai prinsip hidup bangsa dengan cepat mampu diimplementasikan pesantren dalam mengisi juga mempertahankan kemerdekaan. Di sekitar pesantren, warga masyarakat terutama golongan bawah dan yatim dhuafa dididik mengenal serta memahami baca tulis dan lain sebagainya melalui madrasah sebagai gerakan/gagasan mempertahankan kemerdekaan.
Sejarah mencatat bahwa setelah Sekutu di bawah pasukan perdamaian NICA (saat ini berubah menjadi NATO) membonceng Serdadu Belanda yang berniat mengagresi wilayah Republik Indonesia melalui Surabaya, dengan sigap para tokoh nasional berkonsultasi dengan para ulama. Hasil daripada konsultasi yang cepat tersebut menghasilkan fatwa yang salahsatunya bahwa membela segenap tanah air adalah jihad fissabilillah. Setelah diteruskan melalui gelombang pendek radio-radio, para ulama dan para santri dari berbagai daerah berbondong-bondong bergerak membantu rakyat Surabaya menghalau Serdadu NICA (dipimpin Serdadu Inggris) dan Serdadu Belanda. Pertempuran fenomenal tersebut kita sebut dengan Pertempuran Surabaya yang tiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan, juga tanggal 22 Oktober yang merupakan tanggal dikeluarkannya fatwa tersebut di atas adalah landasan ditetapkannya Hari Santri sebagai bentuk penghormatan tumpah darah bangsa-negara Indonesia terhadap jasa-jasa pesantren yang konsisten dalam berjuang.
Kemerdekaan Indonesia ke-75 kali ini merubah paradigma tentang makna perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan di tengah wabah Covid-19. Pesantren dihadapkan pada problematika yang kompleks, isu in-tolerance yang makin memperkeruh situasi nasional memaksa para ulama dan para santri menjadi agent of change. Dinamika pesantren dengan konsistensi dan kultur sosial-budaya dari akar rumput diharapkan mampu menjawab tantangan kali ini.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-75, kami MTs. Miftahul Ulum 2 Banyuputih Kidul senantiasa ikhtiar menjalankan serta mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah, juga memiliki misi mengedukasi warga di sekitar pesantren tentang segala hal yang terkait wabah Covid-19 sebagai bentuk pengamalan Pancasila dan mengisi kemerdekaan.
Oleh: Danang Satrio P, S.Psi (Guru PKn MTs. Miftahul Ulum 2)