Karya: Abelliatus Zahra *)
“Eh, besok jadi nggak ngerayain ultah Candy?” tanya Tasya.
“Iya, gue kira Candy ultah di pondok,” jawab Putri.
“Emang di mana?” sela Bella.
“Katanya di Gacoan,” sahut Putri.
“Gue sih ayo aja,” kata Bella sambil memainkan ponselnya.
“Ya udah, besok kumpul di rumah gue, ya,” kata Tasya.
“Oke, gue pulang dulu,” ucap Putri sambil beranjak dari tempat duduk.
“Gue juga,” sahut Tasya.
“Ya udah, sampai ketemu besok ya, Put, Sya,” ujar Bella melambaikan tangan.
Keesokan harinya, Bella mengirim pesan ke grup.
Bella: “Jadi nggak, nih?”
Putri: “Jadi, bentar lagi siap-siap.”
Tasya: “Cepetan, Put! Tinggal nunggu lo doang.”
Putri: “Lah, Bella udah di rumah lo, Sya?”
Tasya: “Udah.”
Putri: “Oke, gue otw!”
Sesampainya di rumah Tasya, Bella dan Tasya sudah siap menunggu.
“Hehe, maaf lama ya?” kata Putri sambil nyengir.
“Lama banget, lo, Put,” protes Tasya.
“Udah, ayo berangkat,” tambahnya sambil menyalakan motor.
“Lo mau bonceng siapa, Bel?” tanya Putri karena Bella nggak bawa motor.
“Gue sama Tasya aja,” jawab Bella datar, lalu berjalan mendekati Putri.
“Katanya mau bonceng sama Tasya?” tanya Putri heran.
Bella tersenyum tipis, lalu menyerahkan kacamata hitam.
“Nih, kalau nanti ada apa-apa, pakai ya,” katanya pelan.
Putri menerima tanpa banyak tanya dan menaruh kacamata itu di sakunya.
Sepanjang perjalanan, Bella diam saja. Ia hanya menatap ponselnya dengan pandangan kosong. Tasya sempat melirik lewat spion.
“Lo kenapa, Bel?” tanyanya.
“Nggak apa-apa,” jawab Bella singkat.
“Coba chat Zara, udah nyampe Gacoan belum,” pinta Tasya.
Bella tak menjawab, hanya diam. Tasya jadi khawatir dan menepi.
“Kenapa, Sya?” tanya Putri dari belakang.
“Lo duluan aja deh,” kata Tasya.
“Gue nggak tau jalan,” jawab Putri.
“Ya udah, gue dulu.”
Tasya menyalakan sein kanan dan mulai menyeberang ke jalan raya yang ramai. Putri mengikuti dari belakang, tapi jaraknya agak jauh.
BRUKKK!
“Suara apa itu?” gumam Putri, lalu berhenti. Ia hampir memutar balik motornya ketika mendengar teriakan:
“PUTTT! SINIII, PUTTT!”
Tasya berteriak sambil menangis. Kakinya berdarah.
Putri kaget dan segera menghampiri.
“BELLA, PUTTT… BELLA!” jerit Tasya menunjuk ke tengah jalan.
Putri menoleh dan melihat pemandangan mengerikan: Bella tergeletak berlumuran darah. Tangan kirinya terpisah dari tubuh, wajahnya hancur terseret aspal.
Putri dan Tasya menjerit. Warga mulai berdatangan, di antara mereka ada Bu Rani, yang langsung menolong.
“Nak, kalian punya nomor keluarga korban?” tanya Bu Rani.
Tasya yang masih sesenggukan mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya.
Tak lama, panggilan tersambung.
“Halo?” suara lembut ibu Bella terdengar.
“Apakah ini keluarga korban bernama Bella?” tanya Bu Rani hati-hati.
“Korban? Maksudnya?” tanya ibu Bella heran.
“Anak Ibu… baru saja mengalami kecelakaan di jalan raya Lumajang. Tapi… anak Ibu tidak selamat…”
Belum sempat Bu Rani melanjutkan, tangis ibu Bella pecah.
Beberapa saat kemudian, orang tua Bella tiba di lokasi. Ibu Bella langsung memeluk jasad anaknya sambil menangis histeris.
“Anak Ibu… bangun nak… Ayahhh, anak kita Yahhh!”
Suara sirene ambulans dan polisi terdengar. Petugas meminta warga menepi.
Namun, amarah dan duka ibu Bella meledak saat melihat Tasya. Ia menampar Tasya berkali-kali.
“GARA-GARA KAMU ANAK SAYA MENINGGAL!”
“Bu… b-bukan aku…” isak Tasya.
“KALAU BUKAN KAMU SIAPA LAGI!”
Warga melerai, lalu polisi membawa Tasya dan Putri ke kantor untuk dimintai keterangan.
Dari hasil rekaman CCTV, polisi menemukan bahwa Tasya tidak bersalah. Ia sudah memberi sein dan berkendara pelan, namun pandangan terhalang mobil parkir sembarangan hingga truk tidak sempat mengerem.
Polisi menunjukkan rekaman itu kepada orang tua Bella. Tangis mereka pecah kembali.
“Ibu yang salah, Nak… Ibu lalai…” ratap ibu Bella.
Beberapa hari kemudian, Tasya dan Putri pulang. Mereka sempat dimarahi orang tua karena disangka penyebab kecelakaan. Namun telepon dari ibu Bella membuat semuanya reda.
“Ibu sudah maafin kamu, Nak. Ini bukan salahmu,” katanya lembut.
“Maaf ya, Bu… kalau aja aku nggak ngajak Bella, dia pasti masih ada…” isak Tasya.
“Iya, Nak… terima kasih sudah jadi teman baik buat Bella.”
Putri pun akhirnya berdamai dengan dirinya sendiri. Setelah sempat mengurung diri di kamar, ia keluar dan memeluk ibunya sambil menangis.
“Ibu maafin aku…”
“Iya, Nak. Ibu tahu kamu nggak salah. Jangan salahin diri sendiri.”
Beberapa minggu berlalu. Saat akan kembali ke pondok, Tasya dan Putri melakukan panggilan video.
“Lo udah siap berangkat?” tanya Putri.
“Udah… cuma kangen Bella aja,” jawab Tasya pelan.
Putri mengangguk. “Aku juga.”
Sesampainya di pondok, mereka disambut teman-teman asrama.
“Cepet duduk, ceritain dong kejadian tabrakan itu!” seru teman-temannya.
Tasya dan Putri pun menceritakan semuanya. Suasana jadi hening. Aulia, salah satu teman dekat Bella, ikut menangis.
“Padahal aku janji mau jahitin tangan bonekanya Bella yang copot…” katanya lirih.
Flashback:
“Bel, maafin aku ya,” kata Aulia waktu itu.
“Apaan sih?”
“Boneka lo tangannya copot gara-gara aku.”
“Udah, nggak apa-apa. Biar imbang, tangan satunya juga udah copot,” jawab Bella sambil tertawa.
Mereka tertawa bersama — tawa terakhir dari seorang Bella yang penuh keceriaan.
Beberapa hari kemudian, di pengajian pondok, Kyai Fathur Rahman menutup kisah itu dengan nasihat:
“Dari kejadian ini, kita belajar bahwa pulang ke rumah bukan hanya untuk bersenang-senang. Tapi untuk berkumpul dengan keluarga dan membantu orang tua. Gunakan waktu liburan dengan sebaik-baiknya.”
“Inggih, Kyai… mengerti.” jawab para santri serempak.
Pesan Moral:
Kecerobohan kecil bisa berujung petaka besar. Hati-hati di jalan, dan gunakan waktu liburan dengan bijak.
*) Siswi Kelas 8 MTs Miftahul Ulum 2 Bakid


