Oleh : Husen, S.Pd.I *)
Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional, sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan para santri dan ulama dalam mempertahankan kemerdekaan serta mengisi pembangunan bangsa.
Sejarah Hari Santri berawal dari Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad (22 Oktober 1945) yang menyerukan umat Islam untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan melawan tentara Sekutu dan Belanda. Resolusi ini membakar semangat juang santri dan rakyat, yang menjadi pemicu Pertempuran 10 November di Surabaya. 22 Oktober secara resmi ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015.
Di tahun 2025, Hari Santri mengusung tema “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia” — sebuah tema yang sarat makna yang mendalam dan mengajak seluruh santri se Indonesia untuk meneguhkan peran strategisnya dalam membangun bangsa yang berperadaban, berilmu, dan bermartabat di kancah global.
Landasan Al-Qur’an: Misi Ilmiah dan Dakwah Santri
Allah Swt. berfirman dalam QS. At-Taubah ayat 122:
وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِیَنفِرُوا۟ كَاۤفَّةࣰۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةࣲ مِّنۡهُمۡ طَاۤىِٕفَةࣱ لِّیَتَفَقَّهُوا۟ فِی ٱلدِّینِ وَلِیُنذِرُوا۟ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوۤا۟ إِلَیۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ یَحۡذَرُونَ ١٢٢
“Tidak sepatutnya bagi seluruh orang-orang mukmin pergi (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka dapat menjaga diri.” (QS. At-Taubah: 122)
Ayat ini menegaskan pentingnya pembagian peran dan tugas dalam perjuangan. Sebagian umat ditugaskan untuk berjihad secara fisik ke medan perang, sementara sebagian lain ditugaskan untuk menuntut ilmu, memperdalam agama (tafaqquh fid-din), dan kemudian mendidik serta membimbing masyarakat. Inilah hakikat keberadaan santri: menjadi garda terdepan sebagai pengawal ilmu, moral, akhlak dan peradaban umat.
Santri sebagai Penjaga Kemerdekaan
Sejarah mencatat, santri dan ulama tidak hanya berjibaku di medan ilmu, tetapi juga di medan perjuangan fisik. Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang digelorakan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari adalah bukti bahwa santri memiliki andil besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Namun perjuangan santri tidak berhenti di sana. Mengawal Indonesia merdeka tidak hanya berarti menjaga kedaulatan politik, tetapi juga memelihara kemerdekaan akal, moral, dan spiritual bangsa. Santri hari ini dituntut untuk mengisi kemerdekaan dengan ilmu dan amal saleh, menjaga nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan agar tetap harmonis dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Mengawal Peradaban Dunia dengan Spirit Santri
Tema Hari Santri 2025 menegaskan peran santri dalam membangun peradaban dunia. Di era globalisasi, tantangan kemanusiaan semakin kompleks: degradasi moral, krisis identitas, hingga disrupsi teknologi. Santri harus hadir bukan hanya sebagai penjaga tradisi keilmuan klasik (turats), tetapi juga sebagai inovator peradaban, yang mampu menggabungkan ilmu agama dan sains modern untuk kemaslahatan umat.
Dengan bekal tafaqquh fid-din, akhlak mulia, dan semangat kebangsaan, santri memiliki potensi besar menjadi agen perubahan global—membawa nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin ke pentas dunia. Seorang santri sejati bukan hanya pandai membaca kitab, tetapi juga mampu membaca realitas zaman dan menulis sejarah peradaban baru yang berkeadilan dan beradab.
Hari Santri bukan sekadar peringatan historis, tetapi momentum reflektif untuk meneguhkan identitas dan peran strategis santri dalam membangun masa depan bangsa dan dunia.
Melalui semangat ayat QS. At-Taubah: 122, santri dipanggil untuk terus menuntut ilmu, mendidik umat, dan membangun peradaban. Dengan demikian, Indonesia yang merdeka akan terus dikawal menuju peradaban dunia yang bermartabat, berkeadilan, dan berkeimanan.
*) Plt. Kepala MTs Miftahul Ulum 2 Bakid