Oleh : Wiwin Sugianto, S.Pd
Setiap tanggal 23 Juli, bangsa Indonesia memperingati Hari Anak Nasional sebagai momentum untuk memperkuat kesadaran tentang pentingnya perlindungan, pendidikan, dan pengasuhan yang baik terhadap anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Namun lebih dari sekadar seremoni tahunan, peringatan ini sejatinya menjadi ajang refleksi: sudahkah kita benar-benar memuliakan anak sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur’an?
Dalam perspektif Islam, anak bukan hanya amanah dari Allah, tetapi juga fitrah yang harus dijaga dan dikembangkan. Al-Qur’an memberikan perhatian besar terhadap anak, baik dari sisi penciptaan, pendidikan, hak, maupun peran strategisnya dalam kehidupan. Dalam QS. At-Tahrim ayat 6, Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6)
Ayat ini menegaskan tanggung jawab utama orang tua untuk menjaga dan membina anak-anak agar tidak hanya selamat di dunia, tetapi juga di akhirat. Ini berarti bahwa tugas mendidik anak tidak bisa sekadar menyerahkan pada lembaga pendidikan, melainkan menjadi tanggung jawab bersama dalam keluarga dan masyarakat.
Dalam Al-Qur’an, kisah anak-anak juga banyak diceritakan sebagai pelajaran berharga. Sebut saja kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam, seorang anak yang menghadapi ujian sejak kecil namun tumbuh menjadi pemimpin besar karena keteguhan iman dan akhlaknya. Ada pula Nabi Ismail ‘alaihissalam, yang sejak dini menunjukkan kepatuhan dan kesabaran luar biasa saat diminta untuk disembelih oleh ayahnya, Nabi Ibrahim. Potret anak-anak ini menunjukkan bahwa sejak usia dini, anak bisa diarahkan menjadi pribadi yang tangguh, sabar, dan taat kepada Allah.
Al-Qur’an juga menekankan pentingnya memuliakan anak-anak dan melarang tindakan kekerasan terhadap mereka. Dalam QS. Al-An’am ayat 151, Allah melarang keras pembunuhan anak karena alasan kemiskinan:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kamu…”
Pesan ini sangat relevan dengan fenomena kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran anak yang masih terjadi di sekitar kita. Betapa Al-Qur’an jauh hari telah menyerukan agar anak dihargai sebagai manusia utuh yang memiliki hak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang dalam kasih sayang.
Refleksi Hari Anak Nasional dalam perspektif Qur’ani mendorong kita untuk membangun generasi Qur’ani: anak-anak yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga kuat akidah dan luhur akhlaknya. Masyarakat dan pemerintah hendaknya berkolaborasi menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan mendidik bagi anak-anak. Sekolah, pesantren, dan madrasah perlu menjadi tempat yang ramah anak, tempat tumbuhnya kreativitas, karakter, dan spiritualitas.
Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks—krisis moral, kecanduan gawai, hingga ancaman ideologi destruktif—pendidikan berbasis nilai-nilai Qur’ani menjadi jalan keluar yang mendesak. Kita butuh lebih banyak figur orang tua seperti Luqman Al-Hakim, yang dengan hikmah menasihati anaknya agar tidak menyekutukan Allah, berbakti kepada orang tua, menegakkan salat, dan menyeru kepada kebaikan (lihat QS. Luqman ayat 13–19).
Penutup
Anak-anak adalah investasi masa depan, bukan beban. Mereka adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Maka, mari jadikan Hari Anak Nasional ini sebagai momentum untuk menumbuhkan kesadaran kolektif dalam membentuk generasi yang Qur’ani, berakhlak mulia, dan siap menjadi pemimpin peradaban. Sebab dalam diri anak, tersimpan harapan besar sebuah umat.
*) Guru MTs Miftahul Ulum 2 Bakid


