Oleh : Amang Philips Dayeng Pasewang, S.Sos *)
Tradisi mudik merupakan identik dan erat kaitannya dengan hari raya Idul Fitri di Indonesia. Setiap kali menjelang hari raya, jutaan manusia yang merantau ke berbagai kota besar di Indonesia bahkan ke luar negeri melakukan perjalanan jauh untuk pulang ke kampung halaman dalam rangka untuk merayakan kebahagiaan bersama keluarga setelah setahun meninggalkan kampung halaman bekerja dan setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa jauh dari keluarga. Tradisi ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan emosional yang mengandung aspek spiritual dalam rangka memperkuat ikatan keluarga dan mempererat tali silaturahmi.
Mudik sering kali menjadi momen yang penuh warna. Berbagai moda transportasi, mulai dari bus, kereta api, kapal laut, hingga pesawat terbang, dipenuhi oleh para pemudik yang ingin berkumpul dengan sanak saudara. Meskipun perjalanan mudik sering kali melelahkan akibat kemacetan atau keterlambatan, tetapi semangat untuk bertemu keluarga tetap menjadi motivasi penguat bagi mereka yang merindukan suasana kampung halaman.
Sesampainya di rumah, Idul Fitri dirayakan dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Tradisi saling bermaafan menjadi inti dari perayaan ini, di mana setiap orang mengakui kesalahan dan memulai lembaran baru dengan hati yang lebih bersih. Tak lupa, hidangan khas seperti ketupat, opor ayam, rendang, dan berbagai kue kering turut melengkapi kebersamaan dalam keluarga.
Dalam pandangan Islam, mudik dapat dikaitkan dengan nilai-nilai ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan silaturahmi yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Dalam hadis disebutkan bahwa mempererat silaturahmi dapat memperpanjang umur dan melapangkan rezeki. Oleh karena itu, tradisi mudik memiliki nilai ibadah karena merupakan bentuk penghormatan kepada orang tua, keluarga, serta saudara-saudara yang lebih tua.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِه وَالْاَرْحَامَۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
“Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu..” (QS. An-Nisa: 1)
Ayat ini menegaskan pentingnya menjaga tali persaudaraan dan kekeluargaan, yang salah satunya dapat diwujudkan melalui mudik. Dengan pulang ke kampung halaman, seorang Muslim dapat menunjukkan bakti dan cintanya kepada orang tua, mempererat dan memperkuat hubungan dengan keluarga, serta meningkatkan rasa kasih sayang di antara sesama.
Berbuat Baik kepada Orang Tua dan Keluarga Mudik juga menjadi momen untuk berbakti kepada orang tua dan keluarga. Tak jarang para pemudik membawa oleh-oleh khusus untuk keluarga di rumah khususnya kedua orang tuanya baik itu berupa baju lebaran, bingkisan maupun uang untuk keperluan sehari-hari. Hal ini sebagai bentuk syukur kepada Allah yang telah memberikan rizki dan kepada kedua orang tua yang telah bersusah payah membesarkan kita. Allah swt berfirman :
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali. (QS. Luqman: 14)
Selain itu, budaya memberi dan berbagi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari Idul Fitri. Masyarakat saling berbagi rezeki, baik dalam bentuk zakat, sedekah, maupun amplop berisi uang bagi anak-anak dan kerabat. Hal ini mencerminkan semangat kepedulian sosial dan kebersamaan yang menjadi nilai utama dalam perayaan Idul Fitri.
Rasulullah saw Bersabda
أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَ صِلُوا اْلأَرْحَامَ، وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ. (رواه ابن ماجه)
“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambunglah silaturrahim, dan laksanakanlah shalat di malam hari ketika manusia terlelap tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR. Ibnu Majah)
Walaupun teknologi semakin berkembang dan semakin canggih, alat komunikasi pun lebih mudah meskipun dengan jarak yang sangat jauh, akan tetapi tradisi mudik tetaplah memiliki tempat istimewa dan lebih bermakna khususnya di kalangan masyarakat Indonesia. Kegiatan ini bukan hanya tentang pulang ke kampung halaman, tetapi juga tentang merajut kembali nilai-nilai kekeluargaan, memperkuat silaturahmi, dan merasakan kehangatan kebersamaan yang sulit tergantikan oleh teknologi.
Dengan demikian, tradisi mudik dan Idul Fitri menjadi simbol kebersamaan, simbol persatuan dan solidaritas yang memperkaya budaya Indonesia. Momen ini tidak hanya memperkuat hubungan keluarga tetapi juga meneguhkan nilai-nilai sosial yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.
*) Guru IPS MTs Miftahul Ulum 2 Bakid