logo_mts192
0%
Loading ...

Prasyarat Nahdliyyin (Memperingati Satu Abad Nahdlatul Ulama)


Oleh: Sahroni, S.Pd.I *)

Bagi penulis, menjadi Nahdliyyin merupakan anugerah dari Allah SWT. Sepatutnya disyukuri, Alhamdulillah kita semua dijadikan Nahdliyyin. Jam’iyah Diniyah dipimpin para ulama, sebab dari namanya saja (Nahdhotul Ulama), Nahdhoh artinya bangkit sedangkan ulama yaitu orang alim.

Ulama adalah pewaris para nabi, Al Ulama surujud dunyaa. Ulama merupakan lampu-lampu dunia sepeninggal Nabi Muhammad SAW maka tugas kerosulan dan kenabian oleh Allah SWT diberikan kepada ulama-Nya. Syekh Nawawi Al Bantani, Syekh Kholil Al Bangkalani, waliyyun min auliyaillah, Hadrotus Syekh KH Hasyim Asy’ari.

Dalam satu manakib yang ditulis oleh seorang alim besar dari Libanon menyebutkan bahwasannya KH. Hasyim Asy’ari itu ialah awwalu man wadho’a labiinatal istiqlali fii Indonesia, yang artinya orang yang pertama kali meletakkan batu kemerdekaan di Indonesia.

Kehujjahan pendirian Nahdlatul Ulama (NU) lebih kuat karena didirikan berdasarkan Ijma’ Ulama bukan berdasarkan fatwa seseorang. Namun, pada peringatan Harlah 1 Abad NU ini alangkah baiknya untuk bisa disebut sebagai Nahdliyyin yang kaffah dengan kriteria, diantaranya:

  1. FIKROH (Pola Pikir/Sikap)

Dalam berinteraksi berbangsa, bernegara dan beragama selalu berpola pikir dan bersikap: At-Tawassuth atau sikap tengah-tengah, yaitu sikap yang sedang-sedang saja, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan (moderat); At-Tawazun atau seimbang dalam segala hal, maksudnya penggunaan dalil ‘aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits); Al-I’tidal, tegas dan lurus dalam berpendirian; Tasamuh atau toleransi, yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Akan tetapi bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini.

Mafhumnya mukhalafah-nya apabila ada orang yang mengaku sebagai Nahdliyyin tetapi dalam pola pikir dan bersikap keluar dari empat hal tersebut di atas, maka perlu dipertanyakan lagi ke-NU-annya.

  1. HAROKAH

Warga dan Pengurus Nahdlatul Ulama (NU) harus bergerak sesuai dengan cara NU. Gerakan NU yang baik merupakan gerakan yang selaras dan satu koordinasi dengan keorganisasian NU. Siapapun bisa bergerak untuk NU. Bisa berjuang bersama struktural maupun sebagai kultural.

Mafhumnya mukhalafah-nya apabila ada yang mengaku sebagai Nahdliyyin tetapi dalam pergerakannya tidak selaras dan satu koordinasi dengan keorganisasian NU, maka pengakuannya sebagai Nahdliyyin perlu dipertanyakan.

  1. JAM’IYYAH (Organisasi)

Untuk menjadi Nahdliyyin seutuhnya, Jam’iyyah-nya harus mengikuti Jam’iyyah-nya kelembagaan NU yang tersebar dalam bentuk Badan Otonom NU maupun Lembaga NU.

Mafhumnya mukhalafah-nya apabila ada yang mengaku sebagai Nahdliyyin tetapi Jam’iyyah-nya mengikuti Jam’iyyah yang jelas-jelas berseberangan dengan garis perjuangan NU, maka ke-NU-annya perlu dicurigai.

  1. AMALIYAH

Untuk menjadi Nahdliyyin yang kaffah, amaliyah-nya harus mengikuti amaliyah-nya NU, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, ziarah kubur, manaqib, istighosah, tawasul, dan lainnya.

Mafhumnya mukhalafah-nya apabila ada yang mengaku sebagai Nahdliyyin tetapi malah menyesat-sesatkan Maulid Nabi Shallallahu alayhi wa Sallam, mensyirik-syirikkan ziarah kubur, membid’ah-bid’ahkan Manaqib dan Istighosah, mengkafir-kafirkan Tawasul, jelas ke-NU-annya hanya sebatas kamuflase belaka.

  1. SIYASYAH (Politik)

Untuk menjadi Nahdliyyin yang kaffah, jalur politiknya harus mengikuti politik NU, yaitu politik kebangsaan bukan politik kekuasaan. Arah perjuangan politiknya untuk menjaga dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menerima Pancasila sebagai asas tunggal dalam bernegara tanpa mempersoalkan apapun partainya, serta apapun latarbelakangnya.

Mafhumnya mukhalafah-nya apabila ada yang mengaku sebagai Nahdliyyin tetapi dalam berpolitiknya merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menolak Pancasila sebagai landasan bernegara maka jelas tertolak ke-NU-annya.

  1. GHIRAH (Semangat Juang)

Untuk menjadi Nahdliyyin yang kaffah haruslah memiliki semangat juang yang tinggi dan tangguh dalam mewujudkan perjuangan NU dalam menjaga Agama Islam Ahlussunnah Wal Jamaa’ah An-Nahdliyah yang rahmatan lil alamin dan memperjuangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mafhumnya mukhalafah-nya apabila ada yang mengaku sebagai Nahdliyyin tetapi semangat juangnya malah menodai nilai-nilai Islam Ahlussunnah Wal Jamaa’ah An-Nahdliyah yang rahmatan lil alamin dan merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka pengakuannya sebagai Nahdliyyin hanyalah kedustaan belaka.

  1. AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

Untuk menjadi Nahdliyyin yang kaffah dalam beramar ma’ruf nahi munkar harus dilakukannya dengan cara yang ma’ruf, bukan dengan cara yang munkar. Karena beramar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan dengan cara yang munkar, pelakunya menjadi bagian dari kemungkaran itu sendiri.

Mafhumnya mukhalafah-nya apabila ada yang mengaku sebagai Nahdliyyin tetapi dalam beramar ma’ruf nahi munkar dilakukannya dengan cara yang mungkar, maka dapat dicap sebagai pengkhianat.

Jadi, patutlah kita bersyukur karena berada di gerbong Jamiyah Nahdhatil ulama, Insyallah Jamiyah ini Mardiyah yaitu jam’iyah yang di ridhoi oleh Allah SWT, aamiin.

*) Guru MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid

Share the Post:

Join Our Newsletter