Karya : Achmad Gilban Sobri Muntaha*)
Pernahkah kita berfikir para pedagang kecil dan petani, yang harus berusaha atau bersusah payah bekerja seharian mencari nafkah? Bagi mereka, tak apalah raga lelah, asal keluarga bisa makan, dan aman
Kita sadar, di saat pandemi kemarin bukan jadi alasan untuk kita tidak bisa survive. Semuanya terdampak. Mulai dari elit konglomerat, sampai pejabat dan rakyat jelata. Semua terdampak. Lantas, apa masalahnya? Masalahnya adalah, jika disekitar kita, ada seseorang yang layak dibantu lalu kita memilih untuk berdiam diri, maka keimanan kita dipertanyakan, karena rasulullah ﷺ telah bersabda
“Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat…” (HR Muslim)
Baca Juga
KEUTAMAAN BULAN JUMADIL AWAL
Terbayangkan kalau misalkan Seorang pedagang harus berpanas-panasan, hanya untuk menunggu dagangannya laku, setelah seharian tidak ada yang membeli dagangan mereka atau tidak memiliki pemasukan ketika itu?
Seperti hal nya Seorang Pemuda ini tidak pernah berhenti berjuang meski terlahir tanpa kaki .
Panasnya aspal, tetap ia lewati untuk mencari nafkah, menghidupi dirinya dan ibunya.
Kisah salah seorang yang pantas untuk diceritakan.
Namun banyak orang di kota itu mengetahui, bahwa ia telah bertahun tahun berjualan dengan menarik kotak plastik berisi dagangan dengan tubuhnya. Dan kedua tangannya, digunakan sebagai kaki untuk berjalan.
Ia dulu pernah berjualan mainan di rumahnya.
Dan sengaja tak memilih untuk turun ke jalan.
Karena tinggi tubuhnya, kadang tidak bisa terlihat oleh pengendara.
Sehingga rawan untuk tertabrak kendaraan.
Namun, dagangannya tidak laku.
Acep pun terpaksa harus belajar melihat dunia lebih luas dan memberanikan diri untuk berjualan di jalan raya.
Kini ia menjadi penjual tisu dan aneka keripik.
Keripik keripik ini ia beli dengan jumlah besar.
Kemudian ia kemas kembali dan dijual seharga 10.000 rupiah per paket.
Setiap harinya ia akan membawa dagangannya ke pusat kota dengan motor roda tiga miliknya
.
Namun, kini tantangan baru muncul.
Di masa pandemi covid-19, dagangan keripiknya banyak yang bersisa.
Aturan PSBB membuat warga yang biasanya ngabuburit di Alun Alun Kota Tasikmalaya, kini sepi.
Meski penghasilannya berkurang. Ia terkadang menyedekahkan sebagian keripiknya untuk warga lain yang membutuhkan.
Kekurangan yang dimilikinya bukan hambatan untuk menjalani hidup. Pandemi covid-19 tak hanya berimbas pada dirinya, namun pada banyak rekan rekan lainnya sesama pedagang.
Ia ingin menebarkan kisah kemandiriannya sebagai pesan untuk tetap semangat dalam menjalani hari hari.
“Kerja keras adalah formula untuk kesuksesan sejati.”
Lumajang , 14 Desember 2023,
*) Ketua OSIM MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid