Ngaji Virtual Bersama Kepala Madrasah | 16 Ramadhan 1442 H

Makna Cinta Sejati

ليس المحب الذي يرجو من محبوبه عوضا أويطلب منه غرضا. فإن المحب من يبذل لك، ليس المحب من تبذل له.

Pencinta sejati bukanlah orang yang mengharapkan imbalan dari kekasihnya atas pengorbanan yang diberikannya. Ia tidak berniat mengharap surga dan selamat dari neraka dengan amal saleh yang dilakukannya atau tidak meminta upah berupa materi duniawi dan ukhrawi atas amalnya itu.

Pencinta sejati adalah orang yang mau berkorban untukmu, bukan orang yang menuntut pengorbanan darimu. Sesungguhnya, cinta sejati adalah selalu mengenang sifat-sifat kekasihnya di dalam hati sehingga pada diri pencinta tak ada keinginan sama sekali untuk menoleh kepada selain kekasihnya. Siapa yang menyembah Allah untuk mengharap surga-Nya, berarti ia tidak mencintai Allah, tetapi hanya mencintai surga-Nya.

Menjelaskan hikmah ini, Syekh Syarqawi menjelaskan bahwa orang yang mengaku cinta kepada Allah takkan mengharapkan apapun atas amal ibadahnya. Orang yang cinta sungguhan kepada Allah hanya mengharap ridha-Nya sebagai keterangan Syekh Syarqawi berikut ini:

ليس المحب) الحقيقي (الذي يرجو من محبوبه عوضاً) على عمل يعمله فلا يقصده بأعماله الصالحة جنة ولا نجاة من نار (أو يطلب منه غرضاً) من الأغراض الدنياوية والأخروية (فإن المحب) الحقيقي (من يبذل لك) أي يعطيك (ليس المحب) الحقيقي (من تبذل له) لأن المحبة الحقيقية أخذ خصال المحبوب لمحبه. القلب فلا يصير عند المحب التفات لغير محبوبه فمن عبده تعالى لجنته فليس محبا له بل للجنة

Artinya, “Pecinta) sejati (itu bukanlah orang yang mengharapkan imbalan dari kekasihnya) atas perbuatan yang dia lakukan. Ia tidak bermakasud surga atau selamat dari neraka dengan amal salehnya. (atau mengejar sebuah tujuan) duniawi atau ukhrawi (dari sang kekasih. Pecinta) sejati (itu orang yang berbuat) yakni mempersembahkan (sesuatu untukmu. Pecinta) sejati (itu bukan orang yang diberikan sesuatu olehmu) karena cinta sejati meraih seluruh (ridha) kekasih untuk pecintanya. Bagi pencinta sejati, hatinya takkan berpaling pada selain kekasihnya. Oleh karena itu, siapa saja yang menyembah Allah SWT karena surga-Nya, maka ia bukan orang yang cinta Allah, tetapi cinta surga,” (Lihat Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, [Semarang: Taha Putra, tanpa catatan tahun], juz II, halaman 62-63).

Jelasnya, cinta kepada Allah harus dibuktikan dengan pengorbanan secara total tanpa mengharapkan imbalan apapun baik yang bersifat materi maupun nonmateri. Niat ini yang membedakan penghambaan orang yang cinta sejati kepada Allah dan penghambaan orang yang memiliki pamrih sebagai keterangan Syekh Ibnu Abbad berikut ini:

المحبة تقتضى من المحب بذل كلياته وجزئياته في مرضاة محبوبه من غير طلب حظ يناله منه. فهذا مما يلزم وجود المحبة

Artinya, “Cinta itu menuntut pengorbanan segala hal besar maupun hal kecil dari pecinta untuk kesenangan kekasihnya tanpa menuntut bagian yang harusnya ia terima dari kekasihnya. Ini salah satu bagian dari kelaziman riil sebuah cinta,” (Lihat Syekh Muhammad Ibnu Abbad, Syarhul Hikam, [Semarang: Toha Putra, tanpa catatan tahun], juz II, halaman 62-63).

Sejumlah keterangan di atas ini tidak dimaksudkan untuk menilai kadar cinta orang per orang kepada Allah SWT. Pasalnya, cinta adalah masalah ghaib yang tersimpan di batin masing-masing orang. Semua ini dimaksudkan untuk mengevaluasi diri kita seperti apa warna penghambaan kita kepada Allah SWT. Wallahu a‘lam.

Leave a Reply