Oleh : Soleh, S.Pd *)
Sejak dulu pondok pesantren dan masyarakat Islam pedesaan menjadi pilar Nahdlatul Ulama (NU) yang tetap kokoh dalam hubungan sosial berbangsa dan bernegara. Sehingga tidak salah jika menyebut Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi pesantren dan masyrakat perdesaan. Hampir semua tokoh Nahdlatul Ulama (NU) memiliki pesantren dan mushola walaupun skalanya kecil. Keterkaitan Nahdlatul Ulama (NU) dengan pondok pesantren dibuktikan dalam lembar sejarah Islam di Indonesia.
Dapat diidentifikasi ciri-ciri umum elemen dasar pondok pesantren, yaitu:
- Pemondokan, yaitu tempat tinggal sementara para santri selama belajar.
- Masjid, yaitu tempat beribadah sekaligus tempat belajar-mengajar para santri.
- Santri, adalah anak didik yang belajar di pondok pesantren, yang terdiri santri mukim atau kalong.
- Kiai, adalah berperan sebagi pengajar dan biasanya juga pemilik pondok pesantren
- Kitab Kuning (kitab Islam klasik) yang dikelompokkan menjadi delapan macam, yaitu: nahwu dan sharaf; fiqih; ushul fiqh; hadits; tafsir; tauhid; tasawuf; dan etika.
Nahdlatul Ulama dan pesantren senantiasa bersentuhan dan bergulat dengan realitas sekelilingnya. Dalam perspektif historis keterkaitan dengan sosial kultural menemui adanya dua kemungkinan, menurut penulis yaitu: Pertama, pendidikan Islam memberikan pengaruh sosial kultural – memberikan wawasan filosofi, membentuk persepsi dan perubahan perilaku, serta pedoman perubahan sampai terbentuknya suatu realitas sosial baru/berbeda; Kedua, pendidikan Islam dipengaruhi oleh/akibat perubahan sosial kultural itu sendiri dalam menentukan sistem pendidikan yang diterapkan.
Dengan aspek-aspek pendidikan di pesantren serta hubungan kebangsaan yang Nahdlatul Ulama emban lantas menciptakan tatanan sosial kultural baru, yaitu masyarakat Nahdliyyin. Pandangan Nahdliyin yang bernafas Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah sejalan dengan karakteristik kebhinekaan Indonesia yang plural dan menghargai keanekaragaman. Transformasi Nahdliyyin hari ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kini sudah banyak duduk sebagai anggota dewan perwakilan dan menduduki jabatan publik dari tingkat desa hingga wakil presiden pun merupakan seorang Nahdliyyin.
Para santri yang merupakan bagian dari Nahdliyyin adalah pewaris peradaban Islam di nusantara, sepatutnya juga mulai belajar mencari formula terbaik untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial secara komprehensif di samping tetap bergumul dengan kitab-kitab. Pada akhirnya bukan apa yang bisa NU berikan kepada Nahdliyyin, namun apa yang bisa Nahdliyyin sumbangkan untuk gerakan NU dan kemajuan bangsa ini.
Selamat Hari Lahir Nahdlatul Ulama Ke-95
*) Guru MTs. Miftahul Ulum 2 Banyuputih Kidul