Merawat Amaliyah Nahdliyyin

Oleh : Moh. Badrul Munir, SH. *)

Nahdlatul Ulama (NU) yang peranannya sebagai organisasi keagamaan sekaligus organisasi kemasyarakatan di usianya ke-95 tahun kini memiliki jumlah massa yang besar di Indonesia. Keanggotaan organisasi ini sifatnya tidak mengikat secara formal namun mereka yang disebut dengan Nahdliyyin (warga/anggota Nahdlatul Ulama) dapat dikenali dari kebiasan-kebiasan (amaliyah atau amalan) ibadah keagamaan yang beberapa diantaranya merupakan akulturasi budaya – menurut pandangan antropologi. Nahdliyyin memberikan corak warna berbeda tentang perilaku Umat Islam Indonesia (bahkan antara suku satu maupun pulau satu dengan lainnya berbeda).

Fakta sejarah menyebut bahwa syiar Islam berkembang pesat di nusantara utamanya karena kecerdikan para wali yang menganalisa simbol-simbol keagamaan (Hindu-Budha) maupun adat budaya (animisme-dinamisme) masyarakat setempat ketika itu, maka digubahlah simbol keagamaan dan adat budaya dengan disisipkan muatan-muatan ajaran Islam agar Islam mudah dipahami dan diterima dengan ikhlas oleh setiap orang kala itu. Dapat disimpulkan Nahdliyyin terbentuk dari sejarah panjang akulturasi budaya – utamanya Budaya Jawa terdahulu yang berakar dari Agama Hindu-Budha dan faham animisme-dinamisme – karena NU merupakan pewaris tongkat estafet perjuangan para wali terdahulu.

Baca Juga : MENELADANI KH. A. HASYIM MUZADI – KYAI PERGERAKAN

Para wali menyematkan ajaran-ajaran Islam dalam banyak hal, misalnya:

  • Dalam seni pewayangan menyematkan tokoh Semar, Petruk, Gareng, Bagong yang senantiasa ada dalam setiap lakon yang melibatkan Pandawa (entah perannya sebagai guru, teman, atau bahkan abdi).
  • Kopyah (penutup kepala) sebagai ciri khas Nahdliyyin adalah perubahan dari Udeng yang umum dikenakan masyarakat Jawa di masa lampau; Sedangkan sarung (penutup tubuh bagian bawah) dulunya digunakan untuk menutup benda maupun pohon yang dianggap tempat bersemayamnya keangkaramurkaan (setan/iblis) kemudian fungsi tersebut diterapkan sebagai sarung yang kita pahami saat ini dimaknai agar kita manusia senantiasa menutup dan tidak mengumbar nafsu (sifat setan/iblis diidentikkan dengan perilaku yang melibatkan perut dan di bawah perut); Lain lagi dengan langgar yang saat ini dikenal sebagai tempat peribadatan Nahdliyyin juga merupakan gubahan dari sanggar (tempat peribadatan penganut kepercayaan jaman dulu).
  • Ritual malam Jumat Legi yang kini dipahami dalam bentuk rangkaian kegiatan meliputi tahlilan, yasinan, wasilah, khataman, sholawatan, ziarah kubur merupakan bagian dari kegiatan masa lampau yang berhasil dirubah esensinya menjadi nilai spiritual oleh para wali.
  • Seni musik juga merupakan media dakwah yang hingga kini eksistensinya masih dapat kita jumpai, betapa puji-pujian dan syair-syair dengan irama musikalisasi mampu mempengaruhi spiritualitas.

Masih banyak hal lainnya lagi dari kebiasaan-kebiasaan (amalan) yang bagi Nahdliyyin merupakan adat yang patut dilestarikan.

Amalan keseharian sebagai ciri khas Nahdliyyin adalah wajah NU, juga merupakan wajah Islam di bumi nusantara. Selama tidak bertentangan dengan syariat lebih eloknya tak perlu diperdebatkan. Nahdlatul Ulama rumah bagi Nahdliyyin dan sahabat yang baik bagi komunitas keagamaan lainnya akan selalu menyebarkan aswaja dan meneguhkan komitmen kebangsaan.

*) Guru MTs. Miftahul Ulum 2 Banyuputih Kidul

Leave a Reply