Oleh : Muhammad Said Fadhori, S.Pd.I *)
Menyambut datangnya malam lailatul Qadar di sepuluh terakhir Ramadhan
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174).
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan dari pada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017)
- Memperpanjang Shalat Malam
- Memperbanyak Sedekah
- I’tikaf
Pada dasarnya,i’ikaf dianjurkan pada setiap waktu. Tidak terbatas hanya pada bulan Ramadhan saja. Namun i’tikaf di 10 terakhir bulan Ramadhan adalah i’tikaf yang istimewa. Karena secara khusus Nabi saw menganjurkannya. Dan bahkan diteruskan oleh para ummahat al-mu’minin setelah beliau wafat.
عنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – زَوْجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ . (متفق عليه)
Dari Aisyah r.a., istri Nabi saw., bahwasannya Nabi saw. i’tikaf di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan hingga wafatnya, kemudian ustri-istri beliau i’tikaf setelah kepergiannya. (Muttafaqun ‘alaih)
- Tilawah Al-Quran
عن ابن عباس قال: كان رسول الله صلى الله عليه و سلم أجود الناس وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيدارسه القرآن فلرسول الله صلى الله عليه و سلم أجود بالخير من الريح المرسلة (متفق عليه)
Ibnu Abbas ra. berkata: Sesungguhnya Rasulullah Saw. adalah manusia paling dermawan, dan ia berada dalam kondisi terdermawannya ketika di bulan Ramadhan, yaitu ketika Malaikat Jibril menemuinya. Dan Malaikat Jibril senantiasa menemuinya pada setiap malam Ramadhan untuk mudârasah al-Qur`an. Dan keadaan Rasulullah ketika ia ditemui oleh Malaikat Jibril adalah lebih dermawan daripada angin yang berhembus. (HR. Bukhari-Muslim)
Malam Nuzul al-Qur’an dari lauhul mahfudz ke langit dunia
Sepuluh malam terakhir Ramadhan juga dimuliakan dengan diturunkannya al-Qur’an. Sebab al-Qur’an diturunkan pada malam “lailatul qadar.”
Namun bukan berarti maksud turunnya al-Qur’an pada salah satu malam di 10 hari terakhir Ramadhan, bertentangan dengan turunnya al-Qur’an pada tanggal 17 Ramadhan. Namun maksudnya adalah bahwa al-Qur’an melalui beberapa proses penurunan. Di mana diturunkannya pertama kali secara utuh di langit dunia pada malam “lailatul qadar.” Lalu diturunkan pertama kalinya kepada Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam – pada hari ke 17 dari bulan Ramadhan.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: al-Qur’an diturunkan pada malam al-Qadar di bulan Ramadhan, ke langit dunia secara keseluruhan. Kemudian diturunkan (kepada Nabi Muhammad – shallallaahu ‘alaihi wa sallam -) secara berangsur-angsur. (HR. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir)
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (QS. Ad-Dukhan ayat 3)
,يا رسول الله! أرأيت إن علمت أيُّ ليلة القدر ما أقول فيها؟ قال: قولي: اللهم إنك عفو كريم تحب العفو، فاعف عني
Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda kalau saya mengetahui lailatul qadar, apa yang akan saya katakan? Beliau menjawab, “Katakan ‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha Memaafkan lagi Maha Dermawan, mencintai kemaafan. Maka maafkanlah diriku.”
*) Guru MTs Miftahul Ulum 2 Bakid