Hari Amal Bhakti yang diperingati tiap Tanggal 3 Januari di tahun ini mengusung tema “Kerukunan Umat Untuk Indonesia Hebat”. Tema itu merupakan isyarat bahwa ikhtiar penguatan moderasi beragama yang digagas Kementerian Agama Republik Indonesia tiada kata berhenti.
Negeri Indonesia dapat menjadi hebat menurut Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam pidatonya didasarkan pada kerukunan umat yang mampu menciptakan stabilitas, “Sejatinya, kerukunan adalah prasyarat pembangunan nasional. Pembangunan membutuhkan stabilitas, dan stabilitas dapat terwujud bila antar masyarakat rukun dan damai”.
Stabilitas adalah kata kunci penting bangsa dan negara ini agar dapat melanjutkan pembangunannya. Stabilitas juga dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang tenang dan saling mendukung/membantu untuk meningkatkan produktivitas. Namun, untuk mencapai stabilitas yang dimaksud butuh usaha besar bagi bangsa ini untuk tidak mudah terhasut oleh beragam distraksi-distraksi pemecah belah kerukunan.
Meskipun sejarah Bangsa Indonesia menuliskan bahwa di masa lalu kemenangan atas penjajahan diraih karena sebab kerukunan dan persatuan tetapi faktanya banyak pula ketidakharmonisan antar rakyat maupun antar kerajaan di masa lampau menjadi pemicu kemunduran peradaban Nusantara.
Sama halnya dengan beberapa tahun belakangan ini, perbedaan politik maupun perbedaan pandangan di bidang lainnya seolah-olah mudah sekali menjadi pemicu ketidakharmonisan di antara anak bangsa. Padahal, bagi kalangan akademisi (pemikir), perbedaan pandangan justru diletakkan sebagai bahan untuk berdiskusi sehingga dapat mengkritisi kekurangan maupun kelemahan agar dapat diperbaiki atau diperbaharui.
Seperti yang dilakukan oleh The Founding Fathers pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mampu menyatukan pandangan berbeda dari diskusi kritis berulang kali bukan menyeragamkan pemikiran atau mencibir ketus pemikiran orang lain tanpa menimbang alasannya terlebih dahulu. Kesadaran bahwa republik ini dibangun diatas perbedaan merupakan keniscayaan bagi kita saat ini untuk terlibat aktif dalam membumikan moderasi beragama. Implementasi kerukunan umat dalam bingkai moderasi beragama di Indonesia kini menjadi model percontohan perdamaian di negara-negara lain.
Menjadi model percontohan karena bangsa ini memiliki kecerdasan kultural yang berarti kemampuan untuk memahami bahwa kita dilahirkan dalam keberagaman, diakselerasi oleh masyarakat Indonesia dengan musyawarah mufakat agar kerukunan senantiasa terpelihara maupun menjadi suatu bentuk asimilasi budaya yang ikonik. Dengan hal tersebut Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan kemudian memiliki kekayaan multikultural yang tidak dimiliki oleh negara lain dan terbuka dengan pemahaman multikulturalisme.
Adanya paham multikulturalisme berangkat karena kebutuhan akan pengakuan (need of recognition) terhadap kemajemukan budaya, yang menjadi realitas sehari-hari banyak bangsa, termasuk di Indonesia. Sebab itu, sejak semula multikulturalisme harus disadari sebagai suatu ideologi, menjadi alat atau media untuk meningkatkan penghargaan (reward) atas kesetaraan semua manusia dan kemanusiaannya (hak & tanggung jawab) yang secara operasional mewujud melalui pranata-pranata sosialnya, yaitu kebudayaan sebagai pemandu kehidupan sekelompok masyarakat meniti masa.
Dalam konteks ini, multikulturalisme adalah konsep yang melegitimasi keanekaragaman budaya. Kita melihat kuatnya prinsip kesetaraan (egality) dan prinsip pengakuan (recognition) pada berbagai definisi multikulturalisme. Karena multikulturalisme mengisyaratkan pengakuan terhadap realitas keragaman kultural, yang berarti mencakup baik keberagaman tradisional seperti keberagaman suku, ras, agama, maupun keragaman bentuk-bentuk kehidupan (subkultur) yang terus bermunculan di setiap tahap sejarah kehidupan sosial masyarakat.
Moderasi beragama dalam kaitannya dengan “Kerukunan Umat Untuk Indonesia Hebat” dapat berfungsi untuk merawat multikultural bangsa Indonesia. Karena secara sederhana, kita menyadari kebutuhan untuk mengakui berbagai ragam budaya sebagai sederajat demi kesatuan Republik Indonesia. Perspektif ideologi negara, yaitu dalam Pancasila dan UUD 1945 mengamanatkan seluruh Rakyat Indonesia untuk saling menghargai antar umat beragama. Kemudian bagi kaum muslimin, banyak ayat Al-Qur’an yang menyebut tentang pentingnya menjunjung tinggi perbedaan antar umat beragama.
Jadi secara esensi, moderasi beragama menghendaki hidup bersama dalam sebuah perbedaan dalam sistem berbangsa dan bernegara.
*) Waka. Kurikulum MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid