Idul Adha 1442 H, Sense of Belonging And Sense of Responsibility

Oleh : Zainul Arifn, S.H. *)

Ibadah Qurban sebagai ibadah yang secara khusus dilaksanakan sekali dalam setahun dalam hitungan Bulan Qamariyah, tepatnya yaitu Idul Adha, merupakan ibadah sosial yang luar-biasa manfaatnya. Ibadah qurban termasuk hari raya besar dalam Agama Islam. Di mana penyebutan tersebut disebabkan beberapa hal, yaitu: Pertama, pada hari itu kaum muslim melakukan shalat sunat Idul Adha. Kedua, adanya perhelatan agung yaitu ibadah haji di Makkah. Ketiga, dalam momentum ini pula, ada ritual penyembelihan hewan qurban.

Secara etimologis, qurban diartikan mendekat/pendekatan. Dalam pengertian terminologisnya, qurban adalah usaha pendekatan diri seorang hamba kepada penciptanya dengan jalan menyembelih binatang yang halal dan dilaksanakan dengan tuntunan, dalam rangka mencari ridha-Nya. Bila dilacak historisitasnya, ibadah qurban sudah ada sejak Nabi Adam AS. Menurut Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah, qurban pertama kali yang terjadi di muka bumi ini adalah qurban yang diselenggarakan oleh dua putra Nabi Adam AS (Habil dan Qabil) kepada Allah. Secara formalistik, Quraish Shihab lebih lanjut mengungkapkan, sejarah ibadah qurban bermula dari Nabi Ibrahim AS. Yakni, tatkala ia mendapatkan perintah menyembelih Nabi Ismail AS, seorang putra yang sangat dicintainya melalui mimpi.

Banyak makna dapat dipetik dari ibadah qurban ini, baik itu secara ruhiyah maupun secara sosial-kemanusiaan. Secara ruhiyah, ibadah ini dapat menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran spiritual bagi yang melaksanakannya. Secara sosial-kemanusiaan, ibadah qurban akan bermakna apabila kerelaan dan keikhlasan mereka yang melaksanakan qurban berimbas pada perilaku keseharian dan perhatiannya pada sesama dan lingkungan di sekitarnya, utamanya kaum papa dan mustadzafiin. Secara esensial, tujuan ibadah qurban bagi umat Islam semata-mata mencari ridha Allah SWT. Ibadah qurban ini dimaksudkan untuk memperkuat dan menambah ketaqwaan. Allah akan menilai ibadah ini sebagai wujud ketaqwaan hamba kepada-Nya.

Ibadah qurban juga menjadi sarana membentuk kepribadian yang penuh toleransi, media menebar kasih sayang, harmoni dan jauh dari egoisme. Hubungan baik akan terjalin di antara kelas sosial. Selama beberapa hari di momen Idul Adha kaum papa merasakan bersantap daging qurban. Kalau saja hal itu bisa berlangsung terus-menerus setidaknya untuk kebutuhan pokok tentu saja akan berimplikasi pada tingkat kemiskinan di masyarakat kita akan menurun. Di masyarakat akan tercipta ketentraman dan perlahan tumbuh kesejahteraan. Sebabnya, tidak ada lagi perbedaan status sosial yang mencolok. Pengorbanan yang tumbuh dalam pelaksanaan ibadah qurban itu akan mengikis sikap egoistis dan kikir. Pengorbanan untuk kepentingan masyarakat umum diharapkan menjadi tujuan dari ritual qurban ini.

Daging qurban bukan semata bakar-bakar sate dan menikmati gule, tetapi Ibadah qurban yang kita tunaikan sudah saatnya berfungsi untuk memberikan manfaat dan menjadi solusi sebagai jawaban atas kondisi nyata yang terjadi di masyarakat saat ini. Banyak dari kebiasaan kita dalam berqurban hanyalah identik dengan bakar-bakar sate dan bersantap gule dalam 2 sampai 3 hari setelah Idul Adha, sementara dalam waktu 12 bulan ke depan kembali masyarakat (terutama saat ini ekonomi melemah karena wabah Covid-19) memakan daging hanyalah menjadi khayalan, belum lagi kondisi alam Indonesia yang rentan terhadap bencana alam. Yang selalu saja menjadi pemandangan umum ketika bencana alam tiba para korban bencana hanya mendapatkan asupan mie instan, kini marilah kita berpikir bagaimana caranya menghadirkan daging-daging segar di saat bencana melanda negeri ini.

Ibadah qurban dimaknai sebagai wahana hubungan kemanusiaan yang dilandasi semangat sense of belonging dan sense of responsibility yang bisa memperkuat tali persatuan, persaudaraan, dan harmonisasi kebangsaan dalam rangka untuk mendekatkan diri dan sekaligus rasa syukur kepada Allah SWT. Wujud kepedulian sesama lewat ibadah qurban ini merupakan satu rangkaian pengabdian kepada Allah SWT yang memiliki dimensi spiritual dan juga dimensi kemanusiaan. Dengan kata lain, hablun minannas merupakan salah satu faktor terjalinnya hablun minallah yang lurus.

Akhirnya, semoga pembaca budiman media website MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid semua selalu diberikan kemudahan, kebahagiaan, kekuatan, kesuksesan, berlimpahnya syukur, iman dan taqwa kepada Allah SWT, sekaligus kita semua tergolong menjadi orang yang bersemangat untuk berqurban dengan penuh ikhlas lillahi ta’ala, sepanjang hayat masih dikandung badan, Aamiin..

Selamat merayakan Idul Adha 1442 H

*) Waka. Kesiswaan MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *