Oleh : M. Bakiruddin, SH. *)
Santri menurut KH. Hasani Nawawie sidogiri ialah seseorang yang selalu konsisten berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Sedangkan menurut Wapres KH. Ma’ruf amin ialah para pengikut Kyai. Sedangkan arti dari kyai yang sesungguhnya menurut kyai Sahal Mahfudz ialah siapapun yang memiliki keluasan Ilmu agama (mutabahhir) tanpa melihat dari keturunan maupun suku. Sebenarnya silogisme dari kedua definisi santri tersebut tidak bertentangan namun sangat searah dan sesuai. Pada dasarnya seorang santri pasti mengikuti tapak langkah kyai, dan kyainya tersebut pula mengikuti langkah kyai hingga seterusnya berakhir pada mengikuti langkah Nabi Muhammad SAW; hal ini disebut dengan ber-SANAD.
Pada tanggal 22 oktober dikenal dengan hari santri nasional, bagi yang merasa belum belajar dilingkungan pesantren jangan pernah merasa bukan bagian dari santri, karena santri bukan hanya gelar bagi pelajar dipesantren melainkan arti santri lebih luas dari itu.
Penganugerahan hari santri tersebut diberikan karena pada 22 oktober 1945 kyai Hasyim Asy’ari meresolusikan jihad atau berperang melawan penjajah. Dari inilah semua elemen pengikut kyai (santri) terdorong dan ter motivasi untuk berperang karena jaminan nya adalah surga jika mati, sebaliknya (menang) maka mulia karena terbebas dari penindasan penjajah. Sebagaimana terdapat kalam hikmah
عش كريما، او مت شهيدا.
Artinya : hiduplah mulia atau mati syahid.
Dua pilihan yang sangat menantang tapi memang betul betul harus dilakukan, karena apa arti hidup jika kita hanya direndahkan di negeri sendiri.
Sebenarnya pembebasan negeri ini dari penjajah tidak bisa hanya diartikan sebagai perebutan kawasan duniawi, karena jika memang sedemikian maka kyai Hasyim Asy’ari mustahil mewajibkan perang kepada rakyat karena akan berujung pada kematian yang sia-sia tidak berpahala. Pengusiran penjajah dianggap hal yang diperintah oleh Allah karena memang penjajah tidak memberikan kebebasan rakyat Indonesia untuk ber-Ibadah maupun belajar ilmu agama secara tenang, penjajah hanya menindas dan tidak memberikan ketenangan untuk hidup di ngeri dan tanah kita sendiri. Sedangkan sangat maklum bahwa Allah memperbolehkan kita berdamai dan berlagak adem ayem kepada kelompok yang tidak memerangi sekaligus tidak mengusir kita dari negeri sendiri, namun jika kita sudah diperangi dan terusir dari negeri sendiri maka saat itulah perdamaian dihentikan, pedang dan persenjataan perang harus digerakkan, bahkan Allah melarang kita untuk berdamai. Sebagaimana dalam Al-Quran, Surah Al-Mumtahanah, ayat 8-9:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿ 8﴾ إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)
Artinya : Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Mumtahanah : 8-9)
Dari sini kita bisa memahami bahwa resolusi 22 oktober merupakan hal penting dan memang betul-betul jihad yang diperintah oleh Allah SWT. Bukan hanya soal merebut lahan dan wilayah, tapi dibalik itu kita menjalankan perintah Allah.
*) Staf TU MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid