Hari Santri Nasional 2020 (Refleksi Perjuangan Santri Pendahulu)

Oleh : Danang Satrio Priyono, S.Psi *)

Masyarakat Indonesia yang mayoritas pemeluk Islam meyakini sebuah hadist “carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat” oleh karenanya di sanubari muslim Indonesia senantiasa terpatri bahwa sepanjang hidupnya menjadi santri yang mencari ridho Allah SWT.

Seorang santri tulen tentunya sendiko dawuhterhadap seorang guru, entah apapun yang diperintahkan akan dilaksanakan dengan kesungguhan. Seperti di medio 1945-1946 saat negara ini baru saja merdeka, di bawah ancaman pasukan gabungan asing yang berniat kembali menguasai nusantara, seorang kyai kemudian menginisiasi resolusi untuk mempertahankan kemerdekaan yang mana banyak para santri di seluruh daerah menyambut seruan tersebut.

Heroisme Melatarbelakangi Hari Santri

Sebuah telegram dari para mahasiswa di luar negeri mengabarkan adanya rencana yang dilakukan oleh tentara sekutu (saat ini dikenal sebagai NATO) pimpinan Inggris sebagai bentuk peralihan kekuasaan dari tangan Jepang, isi telegram juga menyebut Netherlands Indies Civil Administration (NICA) turut serta dalam pasukan sekutu ini. Dengan adanya kabar itu pemerintah Indonesia yang juga sibuk mencari pengakuan dari negara lain terpecah konsentrasinya. Presiden Soekarno lalu mengirimkan utusan ke Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, menemui Kiai Hasyim Asy’ari untuk meminta arahan terkait dengan hal tersebut di atas. Salah satu pertanyaan presiden adalah tentang hukum membela negara yang sudah merdeka, sekalipun negara tersebut bukan negara Islam.

Kiai Hasyim Asy’ari selaku Rais PBNU lalu mengundang seluruh konsul NU se-Pulau Jawa dan Madura untuk menggelar rapat besar yang dimulai dari 21 Oktober 1945 di Kantor PB ANO (Ansor Nahdlatul Oelama), Jl Bubutan VI/2, Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan rapat para kiai yang saat itu dipimpin oleh KH Abdul Wahab Chasbullah, pada hari kedua (22 Oktober 1945) menghasilkan amanat berupa pokok-pokok tentang kewajiban ummat Islam dalam berjihad mempertahankan bangsa dan negaranya yang termaktub dalam “Resolusi Jihad NU” yang kemudian kita peringati sebagai Hari Santri Nasional. Seruan Resolusi Jihad ini disampaikan kepada pemerintah yang saat itu gamang dalam merespon ancaman nyata, di mana sekutu dan NICA berhasil menguasai beberapa daerah di Indonesia.

Tulisan KH. M. Hasyim Asy’ari Sebagai Muqaddimah Fatwa Jihad Tanggal 11 September 1945 sebelum menjadi Sikap Resmi PBNU

Berikut ini isi Resolusi Jihad NU yang dimuat harian Kedaulatan Rakyat edisi Jum’at Legi, 26 Oktober 1945, sebagaimana disitir yang aslinya ditulis menggunakan ejaan lama. Untuk mempermudah para pembaca, salinannya ini disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

RESOLUSI NAHDLATUL ULAMA

Seluruh Jawa/Madura

Bismillahirrahmanirrahim

Resolusi:

Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsul-konsul) Perhimpunan Nahdlatul Ulama Seluruh Jawa dan Madura pada tanggal 21–22 Oktober 1945 di Surabaya.

Mendengar:

Bahwa di tiap-tiap daerah di seluruh Jawa-Madura ternyata betapa besarnya hasrat ummat Islam dan alim ulama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA.

Menimbang:

a.Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum AGAMA ISLAM, termasuk sebagai suatu kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam

b.Bahwa di Indonesia ini warga negaranya adalah sebagian besar terdiri dari ummat Islam.

Mengingat:

a. Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada di sini telah banyak sekali dijalankan banyak kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketenteraman umum.

b. Bahwa semua yang dilakukan oleh semua mereka itu dengan maksud melanggar kedaulatan Republik Indonesia dan agama, dan ingin kembali menjajah di sini, maka di beberapa tempat telah terjadi pertempuran yang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.

c. Bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan ummat Islam yang merasa wajib menurut hukum agamanya untuk mempertahankan kemerdekaan negara dan agamanya.

d. Bahwa di dalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu belum mendapat perintah dan tuntutan yang nyata dari Pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan kejadian-kejadian tersebut.

Memutuskan:

  1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap fihak Belanda dan kaki tangan.
  2. Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat “sabilillah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.
Draft Fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober 1945
Fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober 1945

Dampak dari seruan jihad ternyata memiliki pengaruh yang luar biasa dalam memompa semangat ummat Islam khususnya untuk berjuang mengangkat senjata mempertahankan kemerdekaan. Semua pondok pesantren dan kantor NU dari tingkat cabang sampai ranting segera menjadi Markas Hizbullah (pasukan santri) yang menghimpun para pemuda, terutama kaum santri yang rela berjuang dengan semangat tinggi meski dengan persenjataan yang sangat terbatas.

Menurut Martin van Bruinessen dalam NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru menyebutkan pasukan-pasukan non-reguler yang bernama Sabilillah (nama ini merujuk kepada perang suci) dan Markas Hizbullah rupanya dibentuk sebagai respons langsung atas resolusi ini. Komandan tertinggi Sabilillah adalah pemimpin NU Kiai Hasyim Asy’ari, lalu Kiai Masykur dari Malang sebagai komandan di lapangan, yang kelak menjadi politisi terkenal dan menjabat sebagai menteri agama.

Nahdlatul Ulama melalui Resolusi Jihad  sebenarnya menginginkan seruan langsung diperintahkan oleh Pemerintah Indonesia. Namun, karena pemerintah pasif dan gamang dalam bersikap, para kiai memohon dengan sangat kepada pemerintah supaya menentukan sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan, supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat ‘Sabilillah’ untuk tegaknya negara Republik Indonesia merdeka dan agama Islam.

Resolusi ini memberi rangsangan motivasi yang amat kuat kepada para pemuda Islam terutama santri yang menunggu dawuh untuk berjihad membela negara, tulis Zuhairi Misrawi dalamHadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Puncaknya ketika Surabaya dikepung pasukan sekutu (perang selama empat hari berturut-turut kita mengenalnya hari ini sebagai Hari Pahlawan), Bung Tomo ketika itu hanyalah pemuda kurang-lebih berusia 21 tahun pegawai magang di Radio Republik Indonesia meminta tolong kepada kawannya yang santri di Jombang untuk meminta petunjuk kepada Kiai Hasyim Asy’ari harus bagaimana Arek-arek Surabaya bersikap.

Kantor PB ANO (Ansor Nahdlatul Oelama), Jl Bubutan VI/2, Surabaya, Jawa Timur. Suasana saat perumusan Resolusi Jihad NU

Bruinessen menulis, walaupun Bung Tomo tak pernah menjadi santri namun nafas islami senantiasa mengalir di nadinya. Seruannya melalui corong radio menggelorakan semangat juang di berbagai daerah di Jawa Timur untuk turut serta mempertahankan Surabaya.

“Dan kita yakin saudara-sudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita. Sebab, Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar…! Allahu Akbar…! Allahu Akbar…! Merdeka!”, takbir yang dikumandangkannya ini penyulut jihad fisabilillahseperti dawuh dari Kiai Hasyim Asy’ari.

Peringatan Hari Santri Nasional

Sepak terjang perjuangan santri dalam mengisi bab perjuangan bangsa ini patutlah kita teladani. Dengan sikap tawadhu dan disiplin yang santri miliki sesungguhnya aset besar bangsa ini.

Tema Hari Santri Nasional 2020 kali ini Santri Sehat Indonesia Kuat. Isu kesehatan diangkat berdasarkan Pandemi  Covid-19 yang belum dapat diketahui kapan berakhirnya. Indonesia telah menetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Sementaran Kementerian Agama (Kemenag) dalam keterangan persnya menyebutkan, banyak pesantren yang telah berhasil melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan dampak pandemi Covid-19.

Peran santri sekali lagi dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini kaitannya memutus rantai penularan virus corona. Efek pandemi bukan hanya berakibat pada kesehatan masyarakat, namun juga efek sosial dan ekonomi yang semoga tidak sampai memperlebar disintegrasi kebangsaan. Santri kali ini dituntut lebih peka akan isu-isu kekinian, juga terlibat aktif dalam perannya tersebut seperti keteladanan yang melatarbelakangi Hari Santri Nasional.

Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum 2 Bakid pun dalam berbagai kesempatan mencoba mengaplikasikannya dalam berbagai kegiatan. Walaupun madrasah jenjang menengah, dengan segala potensi peserta didik usia remaja kami berkeyakinan akan membentuk generasi muda Nahdatul Ulama berakhlak dan menjunjung nilai-nilai Pancasila. Mereka satu atau dua dekade kelak yang akan mempertahankan keutuhan segala tumpah darah Indonesia. Dari mereka kelak kita akan menggantungkan mimpi besar Indonesia.

Muslim semuanya adalah santri jika merujuk hadist diawal tulisan ini. Santri harus bersatu-padu bergotong-royong dalam berbagai bidang. Selamat memperingati Hari Santri Nasional 2020, mari kita mengejawantahkan dawuh kiai demi kemaslahatan bersama.

*) Guru MTs. Miftahul Ulum 2 Banyuputih Kidul

Leave a Reply