Melanjutkan “Pelatihan Manajemen Dan Pembekalan Moderasi Beragama” yang diadakan oleh Kelompok Kerja Madrasah (KKM) Tsanawiyah Kabupaten Lumajang Wilayah Kerja II, agenda hari kedua fokus pada manajemen madrasah. Didapuk sebagai pemateri yaitu konsultan pendidikan Syamsul Hadi.
Di awal perkenalannya, konsultan 173 sekolah dari jenjang taman kanak-kanak hingga pendidikan tinggi baik formal maupun informal di beberapa daerah di Indonesia ini menyebut manajemen lembaga agar dapat dikatakan berhasil harus ada individu-individu yang memiliki jiwa kepemimpinan (leadership) – terlebih pada pimpinan lembaga, mutlak harus memiliki skor kepemimpinan yang tinggi. Secara terang-terangan di hadapan forum yang dihadiri oleh kepala madrasah dan wakil kepala (waka) ini beliau menyebutkan jika suatu lembaga selama 4-5 tahun tidak juga ada perubahan dan perkembangan dalam hal pemberdayaan sumber daya manusia disarankan untuk mengundurkan diri dari jabatan pimpinan.
Para waka dan guru-guru pun tak luput dari kritikan Direktur Islamic Education Consultant (IEC) ini, beliau menyarankan kepada kepala madrasah untuk segera mengganti wakil kepala yang tidak dapat melakukan tupoksinya. Pergantian formasi dalam kelembagaan merupakan kewajaran, hal ini membuktikan lembaga tersebut bersifat dinamis dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan (perubahan kurikulum, kebijakan, teknologi, dll). Wakil kepala madrasah diibaratkan para jendral yang bertugas membantu berstrategi, memiliki jendral-jendral yang memiliki kemampuan-kemampuan dalam menganalisis kekuatan dan hambatan madrasah maupun bertindak menjalankan misi madrasah sesuai arahan pimpinan sangat dibutuhkan terlebih di era tanpa sekat ruang dan waktu saat ini.
Lebih lanjut saran beliau dengan tegas untuk memecat guru-guru yang hanya menjadi beban kelembagaan, artinya individu-individu semacam itu walaupun berkali-kali diberikan teguran dan pendekatan kekeluargaan tidak akan pernah mau berubah dan perlahan namun pasti akan mempengaruhi produktivitas guru lainnya, “Jika tidak dapat dibina maka dibinasakan agar guru lainnya tidak terpengaruh. Pemimpin harus tegas merespon hal itu, jangan sampai pimpinan lembaga tidak dianggap sebagai pemimpin hanya karena melindungi individu yang tidak berkompeten”, disambut tepuk tangan peserta.
Dalam studi yang pernah dilakukannya saat menjalani program konsultan “Australia Indonesia Basic Education Program (AIBEP)” menyimpulkan bahwa batas toleransi jumlah “individu bermasalah” sebanyak lima persen (5%) dari total jumlah guru, lebih dari itu performa lembaga akan timpang karena “individu produktif” pasti terpengaruh. Fenomena tersebut oleh pemateri diibaratkan dengan kisah Abu Lahab maupun Abu Jahal yang mempengaruhi penduduk Mekkah untuk memusuhi Rasulullah Muhammad SAW.
Pelatihan menjadi menarik karena terjadinya komunikasi dua arah antara pemateri dan peserta. Delegasi MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid yang mengambil posisi duduk di depan sering mendapatkan kesempatan komunikasi tersebut. Bahkan kepala madrasah yang berhalangan hadir di hari kedua karena adanya tamu untuk verifikasi Kartu Indonesia Pintar dan mengurus persiapan LKSA Miftahul Ulum dicecar kritik melalui waka humas yang mewakili Kepala Madrasah Sahron, S.Pd.I, M.Pd.
Namun, penjelasan yang dikemukakan Waka Humas Danang Satrio P, S.Psi terkait alasan kepala madrasah berhalangan hadir dapat dimaklumi oleh pemateri. Yang dari kecakapan waka humas menyajikan data madrasah melalui website madrasah pada akhirnya pemateri menyinggung tupoksi waka lain di lingkungan madrasah, seperti waka kurikulum, waka sarpras, dan waka kesiswaan. Kepala madrasah dan para waka menurut penjelasan singkat pemateri harus belajar manajemen organisasi dari kisah-kisah Bani Israil yang termaktub dalam Surah Al Baqarah.
Waka Humas MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid yang didampingi Pembina Literasi Abdul Halim ini kagum dengan pemateri yang beritikad baik memajukan pendidikan di Lumajang, khususnya manajemen madrasah. Waka humas berlatar belakang keilmuan psikologi dengan spesifikasi jurusan psikologi industri dan sosial menganggap perlu sekali diupayakan adanya pelatihan-pelatihan di tingkat madrasah dengan target pengembangan sumber daya manusia. Bagaimanapun, basis utama lembaga pendidikan adalah pelayanan, oleh karena itu mutu sumber daya manusia pengelola layanan pendidikan harus secara berkesinambungan ditingkatkan untuk menjamin kepuasan pengguna layanan.
Pelatihan outbound yang merupakan ilmu terapan psikologi yang sempat disinggung pemateri juga menjadi catatan waka humas. Pengalamannya membentuk Divisi Outbound Fakultas Psikologi di Universitas Merdeka Malang dan sekolah jalanan bersama Dewanti Rumpoko, S.Psi, M.Si yang kini menjabat sebagai Walikota Batu Malang belum teraplikasikan di lembaga tempatnya mengabdi, baik itu untuk tenaga kependidikan maupun siswa. Menurutnya, orang awam menyebut outbound hanya fokus pada permainan-permainan, padahal permainan yang disajikan adalah simulasi dinamika organisasi yang fokusnya pada refleksi setelah melakukan permainan. Hal ini jarang diketahui oleh orang yang bukan berlatar belakang psikologi.
Lebih lanjut menurut pria berkacamata ini, pengalamannya menyusun intrumen pelatihan berbasis dukungan sosial bersama Dr. Rusman yang pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Merdeka Malang dan Direktur Rumah Sakit Jiwa Malang kecepatan berkembang menjadi lebih baik yang dialami individu akan sangat berdampak pada lembaga, pun sebaliknya dalam hal dukungan sosial, jika lembaga tidak mendukung perkembangan individu maka yang sangat rugi adalah lembaga itu sendiri. Inovasi sebagai bentuk tumbuh kembang individu harus diapresiasi oleh lembaga agar individu tersebut dapat berkontribusi untuk kemajuan lembaga.
Sementara itu, Abdul Halim yang bersyukur mengikuti pelatihan menganggap pelatihan ini penting juga diterapkan pada madrasah non-formal. Pria yang juga sebagai asatid di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum itu mendapati fakta bahwa bagaimana aspek-aspek kerjasama tim dalam lembaga yang lemah secara kepemimpinan akan mempengaruhi proses belajar-mengajar. Tidak jarang ditemui guru maupun siswa hanya sekedar masuk kelas tanpa mendapatkan insight dari pembelajaran.
Setelah sesi tanya-jawab, delegasi MTs. Miftahul Ulum 2 dan MTs. Miftahul Ulum Bakid yang diwakili Waka Humas H. Farid Ghufron, S.H dan A. A. Erik Abdul Aziz, S.Pd khusus mendapat wejangan dari Bapak Syamsul Hadi. Beliau mengharapkan kedua lembaga ini menjadi percontohan model manajemen madrasah di Lumajang, karena jumlah siswa yang banyak dan di bawah naungan pesantren dengan nama yang sudah besar. Kedua lembaga harus mampu berinovasi menjawab kebutuhan masyarakat dan menampilkan prestasi-prestasi.
Menutup pelatihan hari kedua, Konsultan Pendidikan Kemendikbudristek Jatim Bidang Kesiswaan ini membuka pintu lebar-lebar bagi siapapun terutama kepala madrasah yang berkenan untuk berdiskusi memajukan lembaganya masing-masing. “IEC siap dan senang sekali jika ada lembaga yang mau berubah menjadi lebih baik, saya akan membantu semua kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan manajemen. Saya sudah menyiapkan aula dan format pelatihan demi menunjang proses transformasi sumber daya lembaga bapak-ibu”, terang konsultan lulusan PP. Salafiyah Syafi’iyah Situbondo.