logo_mts192
0%
Loading ...

Begini Cara Rasulullah saw Memperlakukan Anak Kecil

Oleh : Abdul Halim *)

Saat membersamai anak-anak, terkadang saya menanyai mereka, perihal apa yang membuat mereka bahagia, sesuatu yang tidak mereka sukai, cita-cita mereka dan lain sebagainya daripada beberapa hal yang ingin saya ketahui daripada anak-anak. Betapapun dulu saya pernah kecil, menjadi dewasa seringkali membuat saya lupa cara bergaul dengan mereka hingga abai atas hak-hak mereka.

Saya begitu terkejut saat mereka membuka suara atas keberadaan mereka yang tidak pernah diperhitungkan oleh orang dewasa. “Kata-kata orang dewasa: “Kalian masih anak-anak, masih bocil”, “Jangan ikut campur urusan orang dewasa”, dan perilaku mereka yang seringkali mendikte kami selalu menyakiti kami hati para anak-anak.” Setidaknya begitu curhatan mereka. Sebelumnya, saya sendiri menyadari sering berperilaku begitu, hanya bisa mendikte tanpa memberi kesempatan mereka berpendapat.

Maka saat mendengar ucapan itu saya tersadarkan, bahwa mereka juga manusia yang sama dengan orang dewasa. Seandainya mereka memiliki keberanian, mungkin mereka akan mengucapkan dengan lantang perkataan legendaris Shiva, tokoh kartun India itu, Aku bukan anak kecil, Paman.

Terinspirasi dari keluhan mereka itulah, saya berpikiran menuliskan sedikit saja daripada sikap manusia mulia nan kekasih tercinta Allah, Muhammad saw. saat membersamai anak-anak. Bertepatannya menulis tulisan ini dengan bulan maulid adalah sebuah bentuk tafa’ul supaya dimudahkan mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah yang biasanya amat sulit untuk diikuti, bi barkati maulid an-Naby.

Kala itu saat berada dalam sebuah majlis, Nabi Muhammad Saw. disuguhi sebuah minuman. Nabi saw. pun meminumnya. Setelah itu, biasanya Nabi saw. akan memberikan minumannya kepada sahabat yang duduk di sisi kanan beliau. Akan tetapi karena yang duduk di sebelah kanan beliau adalah seorang anak kecil dan yang ada di sebelah kiri adalah para pembesar sahabat, maka Nabi saw. meminta ijin kepada sahabat kecil yang ada di samping kanannya, supaya berkenan untuk memberikan minuman itu kepada para pembesar sahabat yang ada di sebelah kiri terlebih dahulu.

Mendapat tawaran seperti itu dari Nabi, anak kecil itu sontak menjawab: “Tidak. Demi Allah Aku tidak akan mendahulukan orang lain terhadap apa yang bisa aku dapatkan dari sisa minumanmu, wahai Nabi saw”. Sahl bin Sa’d, perawi hadits tersebut berkata: “Maka Nabi Muhammad saw. pun memberikan sisa minumannya kepada anak kecil yang ada di sebelah kanannya itu terlebih dahulu”. Rasulullah tetap memperhitungkan keberadaan anak kecil dan memuliakannya. Berbanding jauh dengan apa yang terjadi zaman ini. Orang tua malah seringkali berkata kepada anaknya: “Kalau ada orang tua bicara, jangan ikut-ikutan bicara”. Hal yang sangat berseberangan daripada sunnah nabawiyah.

Kata Ahmad al-Qasthalani, penulis kitab Irsyadussary yang mensyarah kitab Shahih al-Bukhari, anak kecil dalam kisah tersebut adalah Ibnu Abbas ra. Adapun pembesar sahabat yang dimaksud dalam hadits adalah Khalid bin Walid, panglima perang yang dijuluki Saifullah.

Anas bin Malik ra, anak kecil yang setiap harinya melayani Rasulullah saw. pun memberikan kesaksian atas betapa penuh kasih sayangnya Rasulullah kepada anak kecil.

Kata Anas: Nabi Muhammad Saw. sering berkunjung ke rumah kami sekaligus memperhatikan kondisi kami di rumah. Suatu saat ketika Nabi berkunjung, adikku yang masih berumur dua tahun sedang berduka atas kematian burung pipitnya. Nabi pun menanyakannya kepadaku: “Kenapa adikmu loyo tidak bersemangat begitu, Wahai Anas?”.

“Wahai Rasulullah, adikku memiliki anak burung pipit yang ia jadikan teman bermain. Akan tetapi baru saja teman bermainnya itu mati sehingga membuatnya sedih”. Jawabku menjelaskan kepada Rasulullah saw. Mendengar penjelasanku, Nabi Muhammad saw. menghampiri adikku “Wahai Abu Umair, apa yang terjadi dengan anak burung pipit kecilmu?”. Sabda Nabi saw. menggoda adikku untuk menghiburnya.

Perlakuan Nabi saw. atas Abu Umair sebagaimana diceritakan Anas bin Malik ra. tersebut amatlah mencerminkan sifat luhur Nabi saw. Betapa nabi memanggil anak yang masih berumur 2 tahun dengan panggilan alami kuniyah (nama panggilan yang diawali abu/ummu). Dalam tradisi Arab, Nama panggilan kuniyah adalah nama kebesaran dan kebanggaan. Sampai-sampai Sayyidah Aisyah, Ummul Mu’minin saja menginginkannya. Dan Rasulullah menyematkan panggilan nama kuniyah yang terhormat itu, kepada anak kecil berumur dua tahun yang sedang berduka atas kematian burung pipitnya.

Dalam riwayat Anas itu, tergambar pula bahwa Nabi Muhammad saw. tidak menganggap sepele kematian anak burung pipit yang membuat sedih Abu Umair. Bahkan beliau menghampiri dan menghibur Abu Umair atas dukanya. Bahasa mudahnya, Nabi saw takziyah kepada Abu Umair atas kematian burung pipitnya.

Betapa seandainya hal itu terjadi kepada anak, adik, ataupun tetangga kita, akankah kita akan melakukan sebagaimana perlakuan Rasulullah kepada Abu Umair? Pantas saja jika sahabat-sahabat beliau semuanya memilki sifat adil. Terbimbing langsung dari jiwa yang oleh al-Quran dipuji dengan وإنك لعلى خلق عظيم. Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Beliau tidak memandang remeh apapun yang dianggap penting oleh anak kecil. Berbeda dengan kita yang seringkali menganggap sepele suatu perkara yang senyatanya amat berharga bagi anak-anak. Maka pelajaran berharga dari Rasulullah tersebut adalah harus menyesuaikan diri dan pikiran dengan anak-anak saat kita bergaul dengan mereka.

Seperti inilah sikap (mawaqif) Rasulullah saw. Ini hanya setitik daripada beberapa sikap-sikap beliau yang mulia. Tulisan ini hanyalah coretan pengantar untuk mengenal sosok agung yang menjadi sebab terciptanya alam semesta.

Allahumma Shalli ala Sayyidina Muhammad saw. Semoga Allah merahmati kita hingga senantiasa bisa menapaki jejak langkah Nabi tercinta. Aamiin.

*) Pembina Eskul Literasi MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid

Share the Post:

Join Our Newsletter